Pagi itu Alsha begitu bersemangat pergi ke kampus. Tidak seperti biasa ia bangun lebih pagi, tidak ada drama adu tarik selimut dengan bi Iroh. Apalagi adegan lari terbirit-birit menuju kamar mandi. Sepanjang pagi Alsha menebarkan senyum di rumah. Ia tidak peduli walaupun harus sarapan sendirian di meja makan besar itu.
Bi Iroh sedikit aneh dengan tingkah Alsha pagi itu.
“Nggak salah nih, lagi kasmaran nih pasti…” bi Iroh sejak tadi mengamati raut muka Alsha.
“Siapa bi?”
“Ya enon…”
“Sok tau ah bibi.” Alsha menyendok nasi gorengnnya.
“Nggak biasanya semangat bener ke kampus. Pasti ada yang bikin semangat,” Lagi-lagi Bi Iroh menggoda Alsha. Matanya kemudian tanpa sengaja melihat kain sarung didalam tas Alsha yang terbuka. “Itu ngapain non bawa kain sarung?” Bi Iroh heran.
“Oh itu kain sarung Mirza Bi.” Alsha tetap asik menikmati nasi gorengnya.
“Kunaon itu kain sarung bisa sama kamu Sha?” Bi Iroh terkejut “Kamu nggak macem-macem kan?” Bi Iroh menyelidik.
“Hahaha… emang Bibi pikir Alsha ngapain? Aduh… Bi.” Alsha kemudian bangkit dari duduknya “Udah ah Alsha mau ke kampus, mau nemuin ganteng nan sholeh ku” Alsha berseru centil.
“Saha non???” bi Iroh mengerutkan keningnya, tidak mengerti maksud ucapan Alsha.
Alsha tertawa terbahak, meninggalkan Bi Iroh yang masih kebingungan.
***
Menjelang dzuhur Alsha menemui Mirza di masjid kampus. Ia tidak tahu harus menemui Mirza dimana selain ditempat itu. Ketika Alsha sampai di sana, azan sholat dzuhur sedang berkumandang. Tanpa melihat siapa yang sedang mengumandangkannya Alsha sudah tahu kalau pemilik suara itu adalah Mirza.
Alsha memilih duduk ditempat yang sama ketika ia menunggu Safa. Dari speaker masjid Alsha dapat mendengar dengan jelas suara merdu Mirza. Alsha kagum dengan Mirza, bagaimana ia bisa mengumandangkan adzan begitu indah, dari mana ia mempelajarinya, Alsha memejamkan mata, kembali menikmati.
Beberapa menit kemudian sebagian mahasiswa sudah keluar dari masjid. Alsha bingung antara menunggu atau masuk kedalam masjid mencari Mirza. Akhirnya Alsha memutuskan untuk masuk, ia yakin Mirza pasti masih ada di dalam sana.
Ternyata benar, dari jauh Alsha sudah dapat melihat punggung laki-laki yang menurut Alsha peluk-able itu. Seperti biasa dengan penuh percaya diri Alsha berjalan menghampiri Mirza. Dengan cueknya melewati batas antara jamaah perempuan dan laki-laki.
“Assalammualaykum…”
“Waalaykumsalam…” Mirza menoleh dan terkejut dengan sosok yang ada didepannya. Dia lagi, batin Mirza.
“Aku Cuma mau ngembaliin ini. Nih…” Alsha menyodorkan kain sarung kehadapan Mirza. “Makasi ya…” Alsha memberikan senyum cantiknya.
“Oh… iya. Sama-sama.” Mirza mengambil kain sarungnya dari tangan Alsha, berlalu meninggalkan Alsha.
Alsha tidak terima, ia berjalan mengikuti langkah Mirza keluar masjid berusaha mensejajarkan langkahnya dengan Mirza.