Alsha menyeret koper besarnya dengan muka masam, menghempaskan koper itu ke dalam bagasi bus, ia tidak memperdulikan tatapan aneh teman-teman kelompoknya. Pertama karena koper besarnya itu, kedua karena muka masamnya. Seperti ada batu besar yang terikat di kakinya, dengan langkah gontai ia masuk ke dalam bus. Ia kemudian menyusuri lorong bus, memilih tempat duduk yang strategis, muka masamnya berubah sedikit lebih manis ketika matanya menangkap sosok yang tidak asing baginya.
"Safa!!!" Ucapnya nyaris berteriak.
Gadis mungil pemilik nama itu menoleh, tersenyum pada Alsha.
"Kamu dikelompok ini juga?" Alsha menghampiri Safa.
"Loh, emangnya kamu baru tau sekarang kalau kita satu kelompok?" Safa menatap Alsha heran.
"Iya Fa, aku emang gak baca nama-nama anggota kelompokku." Alsha nyengir, sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Pantas saja safa tampak tidak kaget melihat kehadiran Alsha tadi, rupanya Safa sudah tahu kalau akan satu kelompok dengan Alsha. Tanpa diperintah, Alsha sudah duduk disamping Safa.
"Waktu liat nama kamu ada dikelompok ini, aku seneng banget sha, seneng karena ada orang yang udah aku kenal."
"Iya Fa, aku juga seneng banget setidaknya hidupku terselamatkan karena ada kamu Fa. Tadinya aku udah males ikut KKN ini, kalau bukan karena matakuliah wajib, aku nggak akan ada disini sekarang. Semoga desa yang kita kunjungin gak bener-bener terpencil." Alsha terus mengomel.
"Kata siapa, katanya disana gak ada MCK loh, jadi kita harus ke sungai dulu." Safa menggoda Alsha.
"Aaaa bohong!!! Mana ada hari gini masih harus ke sungai." Alsha panik "Fa... Kamu bohong kan!!!" Alsha mengguncang-guncang badan Safa.
Safa tertawa mendengar omelan teman barunya itu. Ya... Mulai hari itu hubungan mereka akan semakin erat. Sejak tugas kelompok tempo hari, hubungan mereka memang jauh lebih baik. Setidaknya setiap masuk kelas, Alsha punya seseorang untuk disapa dan diberi senyum terbaiknya.
Alsha tiba-tiba menghentikan ocehannya, ketika tanpa sengaja matanya menangkap lagi satu sosok yang akhir-akhir ini tidak asing baginya. Mirza. Alsha melihat laki-laki itu baru saja duduk di bangku bus sebelah kanan, diikuti satu orang temannya.
"Faa...!!!" Alsha menarik lengan safa lagi.
"Iya, kenapa sha?" Ucap Safa kaget.
"Kita... Kita, satu kelompok sama Mirza juga?" Alsha nyaris lompat kegirangan dari bangkunya.
"Sssttt... Iyaaa." Safa berusaha menenangkan Alsha.
Aaaa menarik, batin alsha. Kamu liat Mirza, konspirasi alam ini. Kamu gak akan bisa menghindari aku selama empat puluh hari ini. Alsha bersorak-sorak di dalam hati.
Setelah supir bus memastikan seluruh penumpangnya naik, bus yang mengangkut dua puluh mahasiswa beserta dosen pembimbing lapangan itu melaju dengan cepat meninggalkan kota Bandung, menuju sebuah desa di Cianjur.
Alsha mengurungkan niatnya untuk tidur selama perjalanan. Sepanjang perjalanan Alsha tidak bisa memalingkan tatapannya dari Mirza, dilihatnya laki-laki itu tampak asik bersenda gurau bersama teman yang duduk di bangku sebelahnya. Sesekali Mirza tampak tertawa lepas. Alsha tersenyum kecut. Huh... ternyata Mirza bisa seasik itu sama temannya, kenapa kalau melihat dia , Mirza seperti melihat hantu. Yaa setidaknya melihat hantu cantik. Alsha cekikikan dalam hati.
Safa yang sejak tadi memperhatikan gerak gerik Alsha hanya tersenyum sambil geleng-geleng.
***
Menjelang tengah hari, bus sudah tiba di sebuah desa asri dan indah yang terletak di pinggiran Cianjur. Desa yang akan menjadi tempat tinggal Alsha dan sembilan belas temannya selama empat puluh hari. Disanalah mereka akan mengabdi kepada masyarakat, menerapkan ilmu yang mereka dapat selama di kampus.