Alsha baru bisa memejamkan matanya dan tertidur pukul tiga pagi. Tetapi pukul lima kurang lima belas menit Safa sudah berusaha membangunkannya.
"Sha... Bangun, ayo kita ke mushola, sholat subuh." Safa menarik selimut Alsha.
Alsha hanya berdehem, kemudian menarik kembali selimutnya.
"Sha..., Hayuk!"
"Aaaa..., Aku lagi gak sholat!" Alsha menutup seluruh badannya dengan selimut.
Tadinya Safa ingin protes, tetapi ia mengurungkannya. Ia lalu bersiap pergi ke mushola bersama Jihan, meninggalkan Alsha yang semakin merapatkan selimutnya.
Diluar kamar, Safa melihat Pak Asep, bu Asih, dan Dahlia, juga sudah bersiap untuk pergi ke mushola. Mirza dan Ariq ternyata sudah berangkat lebih dulu.
"Neng Alsha nggak ikut ke mushola?" Bu Asih bertanya pada Safa dan Jihan.
"Lagi nggak sholat bu katanya." Safa menggigit bibir bawahnya.
"Oh, biasalah anak perempuan bu, ya sudah ayo kita ke mushola nanti kita masbuk." Pak Asep menimpali.
Mereka kemudian berjalan beriringan menuju mushola yang letaknya hanya beberapa puluh meter dari rumah Pak Asep.
Suasana subuh di desa terasa menenangkan dan udaranya sejuk. Ayam peliharaan warga desa berkokok sahut menyahut, suara kicau burung-burung tidak mau kalah, bersiap menyambut pagi yang cerah. Hampir semua penduduk desa sudah bangun dan bersiap sholat ke mushola.
Beberapa menit kemudian suara adzan berkumandang, hampir semua teman-teman Alsha dan warga desa sudah berkumpul di mushola, bersiap melaksanakan sholat. Sementara Alsha semakin terlelap dalam tidurnya.
Selesai sholat subuh, Pak Engkus menghampiri Mirza dan rombongannya.
"Anak-anak, hari ini harusnya bapak menemani kalian keliling desa. Tapi sebelumnya sepertinya ada satu hal yang lebih penting untuk kalian. Bapak sudah menyiapkan ruangan yang bisa kalian pakai untuk jadi tempat kalian semua berkumpul."
Semua mahasiwa menyambut dengan gembira kabar itu. Mereka memang sangat membutuhkan ruangan yang bisa digunakan sebagai basecamp mereka, karena mereka pasti akan banyak melakukan diskusi tentang program kerja mereka selama di desa.
"Alhamdulillah, terima kasih banyak pak." Mirza mewakili teman-temannya mengucapkan terima kasih.
"Sudah kewajiban bapak nak. Tapi, ada tapinya nih, kebetulan ruangan yang akan kalian pakai ini masih kotor karena sudah lama tidak dipakai. Kalian tidak keberatan kan kalau gotong royong membersihkan?"
"Sama sekali nggak pak." Mirza menjawab cepat. Teman-temannya pun setuju.
" Ya sudah kalau begitu kalian semua pulang dulu, sarapan di rumah kalian masing-masing. Rumah kalian selama tinggal di sini." Pak Engkus tertawa. Meralat ucapannya. "Nanti kalau sudah selesai, kalian temui bapak di rumah ya, nanti bapak tunjukkan ruangannya." Pak Engkus menepuk pundak Mirza kemudian berpamitan pulang.
Sesuai intruksi dari Pak Engkus, Mirza dan teman-temannya semua pulang kerumah masing-masing untuk sarapan. Selama mereka menumpang di rumah warga, pemilik rumah akan menyiapkan makanan untuk mereka. Tetapi mereka semua wajib memberikan uang makan kepada pemilik rumah. Mereka semua tidak keberatan karena itu justru sangat membantu mereka.
***
Sesampainya dirumah pak Asep, Mirza, Safa, Ariq, dan Jihan sudah melihat Alsha dengan santainya duduk di meja makan. Masih dengan piyamanya dan rambut setengah berantakan yang dikuncir tinggi kebelakang, ia dengan lahap makan nasi goreng buatan bu Asih.
"Eehh..., Sudah pulang." Sambut Alsha dengan santai. "Sini, sini, ayo sarapan, bu Asih udah bikinin kita nasi goreng." Alsha sok asik mengajak teman-temannya sarapan. "Mirza sini." Alsha meminta Mirza duduk disebelahnya.
Mirza pura-pura tidak mendengar, kemudian duduk di kursi di depan Alsha.
Alsha mencibir melihat tindakan Mirza.