Seharian ini suasana hati Mirza kacau. Ia tidak bisa menyingkirkan sisa amarahnya pagi tadi. Entah kenapa Alsha selalu saja bisa mengacak-acak suasana hati dan emosinya. Sejak insiden debat kusir di meja makan pagi tadi, Mirza jadi sedikit lebih sensi. Sikap yang sangat jarang Mirza tunjukkan karena ia tipikal laki-laki yang penyabar.
"Za, lo laper ya gara-gara cuma sarapan satu sendok tadi, makanya jadi sensian gini?" Ariq mengejek temannya itu.
Mirza diam saja. Sungguh, ia sedang tidak bersemangat bahkan untuk sekedar meladeni ledekan Ariq.
"Biar gue yang ngukur sama yang lain Za, ntar salah ngukur lagi, lo catet aja." Ariq merebut meteran dari tangan Mirza.
Hari ini mereka akan mengukur panjang jalan yang akan mereka cor, untuk memperkirakan banyak bahan yang dibutuhkan.
Suasana siang itu cukup terik. Mirza berulang kali mengelap keringat di dahinya. Kepalanya sedikit pusing. Ya Ariq benar, Mirza kelaparan karena tidak sarapan.
Alsha menatap iba Mirza dari kejauhan, ia merasa bersalah. Ia menghampiri Mirza, menyodorkan sebotol air mineral pada Mirza.
Mirza masih kesal. Ia tidak menghiraukan tawaran itu, pura-pura tidak melihat.
"Temen-temen sebentar lagi kita isoma dulu ya, kita lanjut di basecamp setelah isoma." Mirza malah memberi intruksi teman-temannya. Kemudian berlalu meninggalkan Alsha.
Alsha mendelik kesal. Ingin rasanya ia melempar botol air mineral yang ia pegang ke arah Mirza.
***