Seperti biasa, Mirza berdiri gagah dan percaya diri di depan teman-temannya, memimpin diskusi di basecamp sore itu. Jiwa kepemimpinannya memang tak terbantahkan lagi.
"Tadi kita udah sama-sama mengukur panjang jalan yang akan kita cor. Nah ini bahan bangunan yang kita perlukan teman-teman." Mirza menunjuk tulisan-tulisan di whiteboard di belakangnya.
Seluruh anggota kelompok, memperhatikan dengan saksama termasuk Alsha.
"Seperti perkiraan kita diawal. Bisa sama-sama kita lihat, kalau dana kita masih kurang." Kini Mirza menunjuk perkiraan rincian dana yang mereka perlukan. "Sesuai dengan proposal kita yang sudah disetujui, kita akan mulai menggalang dana. Saya harap teman-teman semua bisa ikut berpartisipasi dalam penggalangan dana ini." Mirza menatap seluruh teman-teman kelompoknya, matanya tanpa sengaja beradu pandang dengan Alsha, Mirza cepat-cepat mengalihkan pandangannya.
Seluruh anggota kelompok mengangguk menyetujui.
"Bang, gimana kalau kita memanfaatkan media sosial? Kita share penggalangan dana ini di akun media sosial masing-masing?" Jihan memberi saran.
Bang, bang, bang. Alsha mencibir tidak suka.
"Boleh, teman-teman bisa manfaatin media sosial, pokoknya terserah sih yang penting dananya terkumpul. Asal halal ya teman-teman." Mirza terkekeh.
"Nanti saya buatkan brosur digitalnya Za, jadi teman-teman tinggal posting di akun media sosial masing-masing." Salah seorang anggota kelompok menimpali.
"Nah iya. Nanti kalau sudah jadi kamu langsung kirim keteman-teman ya."
"Siap Za!!"
"Menurut teman-teman, Kita masih perlu bikin brosur cetak nggak?" Mirza meminta pendapat teman-temannya.
"Menurut gue masih perlu Za, brosur cetak bisa kita bagi ke mahasiswa di kampus. Supaya ikhtiar kita ini lebih maksimal." Ariq memberikan pendapatnya.
"Ya betul Za." Salah seorang anggota kelompok menimpali.
"Tapi kan kita harus menghemat budget Za, kalau mau bikin brosur cetak bukannya jadi nambah pengeluaran." Salah satu anggota kelompok ikut berpendapat.
"Tenaaangg, kita akan usahakan se-low budget mungkin, kita serahkan sama ahlinya." Mirza terkekeh, kemudian menunjuk Ariq.
"Aahh..., Kena deh gue!" Ariq meringis.
"Wah iya ya, ayo Riq ilmunya di manfaatkan dong!" Safa yang sejak tadi hanya menyimak ikut berkomentar.
"Iya, iya, siap!!!" Ariq menyetujui.
"Oke teman-teman, cukup untuk hari ini. Besok saya bersama Ariq, Reza, dan Gino mau ke toko bangunan. Kita mau ngecek harga bahan bangunan. Kemarin pak Asep sempat memberi tahu saya toko bangunan yang lengkap disini."
***
Ditengah perjalanan menuju rumah pak asep. Mirza, Ariq, Alsha, Safa, dan Jihan berpapasan dengan seorang anak laki-laki yang sedang diseret dan dipukul oleh bapaknya. Tidak puas hanya memukul, laki-laki itu pun menghardik anaknya dengan segala umpatan yang tidak pantas.