Seperti yang Mirza katakan semalam, pagi ini seluruh warga desa mengadakan gotong royong termasuk seluruh mahasiswa KKN.
Semalam, Alsha baru bisa tidur setelah pukul tiga pagi. Alsha berjongkok mencabuti rumput liar di sekitar mushola sambil menguap lebar. Sesekali ia malah menunduk sambil memejamkan matanya. Mirza yang melihat adegan itu mau tidak mau tersenyum juga, sambil geleng-geleng melihat tingkah Alsha.
Alsha tersentak, ia baru saja menyadari kalau ia sempat tertidur barusan. "aduuhh... Siapa sih yang ngide??" Alsha berteriak kesal melempar rumput dari tangannya.
Ariq yang berada di sebelah Alsha terperanjat kaget. "Kaget gue Sha!!!" Seru Ariq keki "tu yang ngide sayang kamu." Ariq menggoda Alsha, menunjuk Mirza yang sedang membersihkan selokan.
Di goda Ariq seperti itu, membuat Alsha malah berbunga-bunga.
"Eh... Riq, aku boleh nanya sesuatu nggak?" Tiba-tiba sebuah pertanyaan melintas di kepalanya.
"Nanya apa? Jangan nanya aneh-aneh ya." Ariq masih asik mencabuti rumput, tidak terlalu menanggapi Alsha.
"Mirza udah punya pacar belum?"
Ariq menghentikan gerakkan tangannya, menatap Alsha.
"Jangankan pacaran, dia bahkan nggak punya waktu untuk suka seseorang Sha." Ariq melanjutkan mencabut rumput, sesekali mengelap peluh di dahinya. Cuaca pagi itu memang sudah cukup terik, cuaca khas musim kemarau.
"Masa sih? Bahkan sekedar untuk suka seseorang?" Alsha tidak percaya.
"Katanya sih gitu, katanya yaa." Jawab Ariq cuek. "Udah jangan banyak tanya, bantuin cabut rumputnya dong!!!" Ariq mulai sebal karena Alsha diam saja tidak membantunya.
"Iya, iya, bawel!!!" Alsha mencabuti rumput di depannya dengan brutal.
***
Beberapa jam kemudian gotong royong selesai, warga desa dan mahasiwa KKN beristirahat, mereka duduk-duduk sambil bercengkrama satu sama lain, beberapa warga mengobrol bersama mahasiswa KKN.
Bu RT dan ibu-ibu di sekitar lingkungan sudah menyiapkan makanan dan minuman.
Alsha mengambil gelas dan menuang teh dari teko, berniat memberikan teh itu kepada Mirza tapi ia mengurungkan niatnya ketika melihat Jihan sudah lebih dulu memberi Mirza secangkir kopi. Mirza menerima segelas kopi itu dengan senang hati. Alsha tersenyum sinis, dan meminum sendiri segelas teh yang ada di tangannya dengan kesal. Alsha tidak sadar kalau teh itu cukup panas, terlambat, cairan teh itu sudah menyentuh bibir dan lidahnya masuk ke dalam kerongkongan.
"Aaahh.. panas!!" Alsha berseru panik sambil mengibas mulutnya.
Semua orang yang ada disana menoleh kaget ke arah Alsha. Ada yang menatap khawatir ada pula yang tertawa kecil menyaksikan tingkah Alsha.
"Sha, pelan-pelan tehnya masih panas." Safa berseru khawatir menatap temannya itu.
Alsha manggut-manggut tidak sanggup berkata-kata, ia masih mengibaskan tangannya ke mulut. Diliriknya Jihan yang berdiri tidak jauh darinya, gadis itu tertawa kecil. Sialan, Alsha mengumpat di dalam hati.
***
Alsha celingukan kesana kemari mencari sosok Mirza, matanya tidak henti mengitari ruang aula kantor desa. Sejak selesai gotong royong pagi tadi, Alsha tidak melihat laki-laki itu. Sementara ia dan beberapa temannya diminta ke aula kantor desa untuk membantu mempersiapkan aula yang akan dipakai penyuluhan pertanian.
"Udah, dia nggak ada disini." Safa berbisik dari belakang kuping Alsha.
Alsha terperanjat kaget. "Apaan sih?" Alsha pura-pura marah.
"Nyariin Mirza kan?" Safa terkekeh.
Alsha nyengir kuda. "Kemana sih dia?" Alsha sedikit gusar.
"Kemarin kan dia udah bilang mau ke toko bangunan Sha, trus besok kita sudah harus mempersiapkan jalan yang mau kita betonisasi." Safa memberi tahu Alsha sambil tetap fokus memasang taplak meja yang akan digunakan untuk penyuluhan.
"Oya, nanti yang ngecor jalannya siapa Fa?"
"Ya kitalah Sha, kan itu proker kita, ya mungkin nanti dibantu sedikit sama warga desa."