Bukan Alshameera namanya kalau ia tidak melakukan kelakuan-kelakuan ajaib yang membuat semua orang geleng-geleng kepala. Pagi itu lagi-lagi suasana rumah pak Asep dan bu Asih lebih ramai dari biasanya. Sudah setengah jam Alsha berada di dalam kamar mandi, tetapi ia belum keluar juga. Ariq sudah sejak tadi marah-marah sambil menggedor pintu kamar mandi, meminta Alsha untuk segera keluar.
"Sha, buruan!!! Lo ngapain sih? Astagfirullah!!!" Ariq berseru keki masih sambil menggedor pintu kamar mandi, sesekali ia mengelap keringat dengan handuk yang tersampir di pundaknya.
"Apaan sih lo Riq? Berisik!!!" Seru Alsha dari balik pintu kamar mandi.
"Apa lo bilang Sha? Berisik? Buruan lo keluar kami semua juga mau mandi ni!"
"Tunggu sebentar gue lagi luluran." Ucap Alsha santai.
Ariq melotot. "Apa lo bilang sha? Luluran?" Ariq makin keras menggedor pintu kamar mandi.
"Udah Riq, nanti pintunya lepas." Mirza berusaha menenangkan. “Jangan berisik, nggak enak sama bu Asih, dia lagi istrirahat.”
"Zaa, zaa lo omongin tu si Alsha, suruh dia cepetan keluar, bisa-bisanya dia luluran di dalem." Ariq merengek, memohon pada Mirza untuk menyuruh Alsha keluar.
"Alsha cepetan mandinya Sha, ini udah jam berapa kita semua juga mau mandi." Mirza mengetuk pintu kamar mandi dengan pelan.
"Iya sayang tunggu sebentar lagi aku masih luluran, udah lama aku nggak luluran nih." Lagi-lagi Alsha berseru santai.
Mirza memejamkan mata, kemudian menghembuskan nafas pelan.
Sementara Ariq semakin gusar mondar-mandir di depan pintu kamar mandi. “Aduh-aduh, naik gula darah gue!” Ariq memegang tengkuknya yang menegang.
"Sha!!!" Yang lain juga mau mandi. Kita mau ngerjain proker kita." Mirza berusaha sabar.
Ketika Mirza akan kembali mengetuk pintu, tiba-tiba Alsha keluar dari kamar mandi masih mengenakan handuk kimono dan rambut dibungkus handuk. Mirza refleks membalikkan badan sambil berigstifar. Sedangkan Ariq dengan cepat masuk kamar mandi sambil ngomel-ngomel.
"Sha, kamu jangan keluar kamar mandi cuma dengan berpakaian begitu." Mirza mengingatkan.
"Kenapa memangnya? Ooh... Aku tahu, kamu nggak mau ada orang lain yang lihat tubuh aku kan." Alsha berbisik di telinga Mirza.
Mirza bergidik kemudian kabur meninggalkan Alsha.
***
Pembangunan jalan sudah sampai di tahap pemadatan pondasi dan pemasangan rangka tulang beton akan segera dilakukakan. Mirza dan teman-temannya memutuskan untuk membuat sendiri rangka tulang beton agar lebih menghemat dana. Hampir seluruh anggota kelompok terlibat langsung dalam proses pembangunan jalan, terkadang dibantu oleh beberapa warga desa dan pemuda-pemuda desa. Beruntung, anggota kelompok banyak didominasi oleh mahasiswa teknik sipil, sehingga mempermudah dalam proses pembangunan jalan.
"Nggak sia-sia, waktu itu belajar bikin rangka tulang beton, akhirnya ilmunya kepake juga." Salah satu anggota kelompok yang merupakan anak teknik sipil berseru bangga.
"Alhamdulillah, jadi kita bisa sedikit menghemat dana." Sahut Ariq yang sedang sibuk dengan pemotong besi di tangannya, ia sedang belajar dengan salah satu anak teknik sipil bagaimana cara membuat rangka tulang beton.
"Iya Alhamdulillah semoga setelah ini banyak juga yang mau donasi, karena dana kita masih kurang. Kata Mirza bahan-bahan yang kita beli mungkin hanya bisa untuk membangun separuh jalan." Salah satu anggota kelompok menimpali.
"Semangat!!!!" Ariq berseru keras sambil mengangkat satu tangannya yang sedang memegang tang.
Alsha yang sedang bertugas memadatkan pondasi jalan bersama teman-teman perempuannya menoleh kaget. Sialan!!! umpat Alsha di dalam hati.
"Aah..., Udah ah, aku capek!!!" Alsha melemparkan sekop dari tangannya, meninggalkannya begitu saja. Ia lalu duduk di bawah pohon, sambil mengipas-ngipaskan bucket hat miliknya di depan wajah. “Hah, percuma aja tadi pagi aku luluran!” Alsha menggerutu.
"Sha, ayo sedikit lagi nih!!!" Salah seorang teman wanitanya berteriak ke arah Alsha.
"Ya justru karena tinggal sedikit lagi kalian aja yang ngerjain." Jawab Alsha cuek.
"Udah nggak apa-apa. Sebentar lagi kita juga selesai kok." Jihan menenangkan temannya.
"Za, kayaknya cukup untuk hari ini, udah mau sore juga nih!" Gino berteriak pada Mirza yang masih asik dengan rangka tulang beton dihadapannya.
Matahari mulai menghilang di bawah garis cakrawala. Mirza dan teman-temannya pun menyudahi kegiatan mereka hari itu. Sebagian rangka tulang beton yang telah jadi, mereka titipkan di salah satu ruangan yang berada di sekolah.