Ariq memang tidak berbohong tentang crazy rich asal Bandung itu, ia segera mentransfer sejumlah uang untuk pembangunan jalan ketika Ariq menyebutkan jumlah nominal yang mereka butuhkan. Mirza dan teman-temannya langsung membeli bahan bangunan yang diperlukan untuk menyelesaikan pengecoran jalan. Mereka memutuskan untuk membeli rangka tulang beton yang sudah jadi, supaya tidak membutuhkan waktu lama untuk melakukan proses pengecoran. Kedua puluh anggota KKN begitu bersemangat menyelesaikan proker mereka.
Kini mereka menatap bangga hamparan jalan yang sudah dicor yang sedang ditutupi karung goni dan terpal. Selesai sudah proker mereka dan tinggal menunggu jalan siap digunakan.
Para guru dan anak-anak sangat bahagia melihat jalan menuju sekolah mereka yang sudah dicor. Dengan polosnya anak-anak melompat kegirangan. Mereka tidak akan lagi melalui jalan berdebu ketika musim kemarau dan becek ketika musim hujan. Guru-guru dan staf mengucapkan terima kasih pada kedua puluh mahasiswa KKN yang prokernya sangat bermanfaat bagi mereka.
Tidak terasa waktu mereka di desa tersisa tiga hari lagi. Hari itu mereka semua sedang mempersiapkan acara perpisahan di rumah pak Asep. Lusa, bapak kepala desa akan menyerahkan mereka kembali kepada pihak kampus.
"Za, apa setelah ini kita masih bisa ketemu?" Tanya Alsha polos, disela mempersiapkan makanan untuk acara perpisahan.
"Sha, kita kan satu kampus, kemungkinan kita untuk ketemu lagi ada tujuh puluh lima persen." Mirza terkekeh.
"Cuma tujuh puluh lima puluh persen?" Protes Alsha.
"Kalau seratus persen itu berarti kamu menguntit aku Sha." Mirza terkekeh. "Eh, si Ojan gimana Sha? Apa kamu mau bawa dia?" Mirza mengalihkan pembicaraan.
Alsha menatap Ojan yang sedang tertidur dibawah kursi, ia berpikir sejenak. "Hhmmm kalau kondisinya memungkinkan, mungkin bakalan aku bawa." Ucap Alsha akhirnya.
"Dia beruntung memiliki kamu Sha."
"Apa Za?" Alsha pura-pura tidak mendengar, padahal ia mendengar dengan jelas apa yang Mirza katakan barusan.
"Nggak, nggak apa-apa."
"Kamu bisa juga kok seberuntung Ojan, mau nggak?"
"Sha....," Mirza meringis.
Alsha terbahak. "Iya, iya. Kan aku cuma tanya, apa susahnya sih tinggal jawab." Alsha tidak menyerah memberi kode pada Mirza.
"Nih, tolong kamu bawa ini ke meja depan Sha. Trus nanti tolong panggilin Ariq ya." Mirza lagi-lagi mengalihkan pembicaraan.
Alsha manyun sejenak untuk kemudian menuruti permintaan Mirza. Alsha membawa dua piring jajanan pasar menuju meja yang sudah ditata di teras rumah pak Asep.
"Ariq!!! Dipanggil komandan kita tuh!!" Seloroh Alsha.
Mirza terkekeh melihat kelakuan Alsha. Perempuan yang selalu bisa mengaduk-aduk isi hatinya. Ia benar-benar bingung dan takut dengan perasaannya kini.