"Sha"
"Iya sahabatku sayang." Sahut Alsha tanpa memalingkan wajahnya dari layar laptop, ia tetap fokus dengan skripsinya. Sebentar lagi bab empatnya selesai dan ia ingin segera menyerahkannya pada Pak Yadi. Buku yang dipinjamnya kemarin dari Mirza benar-benar memyelamatkannya.
"Setelah lulus kuliah nanti, apa rencana kamu?"
Alsha menoleh. "Nggak tau."
"Loh, kok ngga tau."
“Iya Fa aku emang beneran nggak tau. Sekarang aku coba buat jalanin aja hidup ini. Mengikuti takdir.”
“Pasrah gitu aja?” Safa protes.
“Memasrahkan yang memang nggak bisa untuk diusahakan.” Ucap Alsha.
“Mirza contohnya?” Safa menggoda Alsha.
"Kalau itu, akan tetap aku usahakan Sha, bahkan dalam doa ku." Ucap Alsha, kemudian kembali fokus dengan laptopnya.
Safa terkekeh. "Iya bener, jangan lupa untuk ngelobby pemilik hatinya juga."
"Kalau kamu Fa? Apa rencana kamu setelah lulus kuliah?"
"Nikah."
"Oh ya..." kata-kata safa sukses membuat Alsha memalingkan wajahnya dari laptop, menatap Safa penuh antusias.
"Sebetulnya aku nggak mau cerita dulu, tapi kalo sama kamu kayaknya nggak apa-apa deh." Safa nyengir.
"Siapa orangnya???" Alsha penasaran.
"Nanti aja deh, kamu pasti bakalan tahu."
"Hmmm...," Alsha menekuk wajahnya. "Kenal dimana?" Alsha penasaran.
"Dijodohin."
"Mau? Kok bisa? Emang sekarang ngetren lagi ya dijodoh-jodohin?”
"InsyaAllah aku udah mantap sama pilihan abi, yang terpenting agamanya baik dan sudah punya pekerjaan tetap, trus mau apa lagi Sha?" Safa tersenyum menatap Alsha.
"Jadi? Kamu udah dilamar?" Alsha mematikan laptopnya, ia memilih fokus mendengarkan cerita Safa.
"Iya, kira-kira dua minggu setelah wisuda nanti kita bakal nikah." Ucap Safa.
"Oh... jadi nggak cerita-cerita sama aku nih kalo udah dilamar." Alsha merajuk.
"Loh ini kan aku udah cerita," Safa merangkul sahabatnya. "Lagian lamaran itu harusnya dirahasiakan, umumkan pernikahan. Tapi... karena kamu sahabat yang paling aku sayang makanya aku kasih tau." Safa merayu Alsha.