Adzan subuh membangunkan Alsha dari tidurnya, mushola yang tepat berada disebelah rumah Bi Iroh membuat suara adzan terdengar jelas. Alsha bangun dari tempat tidurnya kemudian keluar kamar. Ia melihat Bi Iroh sedang bersiap-siap untuk pergi ke mushola. Sementara mama dan papa masih tertidur lelap dikamar, tidak terusik sedikitpun dengan suara adzan.
"Bi Alsha ikut ya ke mushola." Alsha sudah siap dengan mukenah ditangannya.
"Ayo atuh neng..." Bi Iroh tersenyum. Wajahnya sudah terlihat lebih cerah sekarang, tidak lagi pucat seperti kemarin dan senyum pun sudah mulai menghias wajahnya, meskipun matanya masih menampakkan kesedihan. Alsha yakin Bi iroh akan cepat sembuh dari luka kehilangannya, ia adalah wanita yang kuat.
Mereka kemudian berjalan beriringan menuju mushola. Ketika baru membuka pintu rumah Alsha terkejut karena diluar sudah ramai orang-orang yang juga menuju mushola. Ia kagum dengan semangat warga disana untuk beribadah, bukan hanya orang tua tetapi juga remaja dan anak-anak, padahal itu sholat subuh, sholat yang sangat sulit ditaklukkan bagi sebagian orang. Melihat itu semua membuat Ia kembali terkenang masa-masa KKN-nya.
Ketika sampai didalam mushola, mata Alsha tak henti mengamati bangunan itu. Dinding mushola yang hanya terbuat dari kayu tampak sudah mulai rapuh, atapnya pun hanya terbuat dari seng yang sudah mulai berkarat dan bolong, tetapi yang membuat Alsha kagum, itu semua tidak menyurutkan semangat beribadah warga disana.
***
Setelah shalat subuh Alsha membantu Bi Iroh menyiapkan sarapan, hal yang hampir tak pernah Alsha lakukan seumur hidupnya. Bi Iroh terkejut ketika Alsha tiba-tiba masuk dapur dan membantunya mengupas bawang untuk membuat nasi goreng.
"Bi habis ini bawangnya diiris kan?" Alsha mengusap matanya yang berair dengan punggung tangannya.
"Iya... diiris non." Bi Iroh tersenyum melihat Alsha yang berulang kali mengusap matanya yang berair karena mengupas bawang merah.
"Oke..." dengan penuh semangat Alsha mulai mengiris bawang-bawang dihadapannya.
"Eh... non, diirisnya tipis-tipis jangan besar-besar begitu." Bi Iroh terkejut melihat cara Alsha mengiris bawang.
"Oh salah ya bi..." Alsha cengengesan.
"Aduuh ayo anak gadis kok nggak bisa masak, gimana kalo udah punya suami nanti." Bi Iroh menggoda Alsha.
"Kan nanti ada bibi yang ngajarin Alsha masak, iya kan?"
Bi Iroh tidak menjawab pertanyaan Alsha, ia hanya tersenyum sekilas kemudian wajahnya tampak murung.
Alsha tidak terlalu memperdulikan, ia kembali sibuk mengiris bawang-bawang dihadapannya sesuai petunjuk dari bi Iroh.
Setelah selesai memasak nasi goreng, Alsha pun membantu bi Iroh untuk menyiapkan sarapan di meja makan. Tidak ada meja makan besar seperti di rumah Alsha, yang ada hanya meja makan sederhana yang terbuat dari kayu. Tetapi entah mengapa bagi Alsha meja makan itu jauh lebih indah dari meja makan di rumahnya, karena pagi itu disana mereka berkumpul bersama-sama menikmati sarapan layaknya keluarga yang harmonis. Sesekali mereka terlihat tertawa bersama.
Sedikit demi sedikit suasana hati bi Iroh mulai membaik, ia sudah mulai mengikhlaskan kepergian suaminya. Ia menyadari kalau apapun yang ada didunia ini adalah milik Allah dan akan kembali kepada Allah.