"Assalammu'alaykum..." ucap Alsha parau.
"Waalaykumsalam..." sedikit terkejut laki-laki itu menoleh cepat, menyadari ada seseorang dibelakangnya.
Untuk beberapa saat kedua orang itu terdiam, saling menatap tak percaya. Seolah meyakinkan diri masing-masing bahwa mereka tidak salah melihat.
Mata Alsha berkaca-kaca melihat sosok di depannya. Ia Masih tidak menyangka kalau itu benar Mirza. Laki-laki yang dua tahun lalu menghancurkan hatinya.
"Alsha?? Alshameera???" Mirza mengerutkan alisnya.
"Ya..." Alsha tersenyum tipis. Kemudian menunduk.
"MasyaAllah, kamu apa kabar Sha?" Mirza tidak kalah terkejut. Ia tersenyum melihat penampilan Alsha sekarang. Perempuan itu kini telah sempurna menutup auratnya. Tidak ada lagi kerudung ala kadarnya yang hanya menutupi rambutnya, kini kerudung panjang sudah terulur menutupi tubuhnya. Gadis itu banyak berubah, bahkan kini ia lebih sering mendukkan pandangan ketika berbicara dengannya.
"Alhamdulillah aku baik. Kamu apa kabar Za?"
"Aku baik, kamu... kenapa kamu disini Sha?"
"Aku tinggal disini sekarang Za. Rumah disebelah panti asuhan disana." Alsha menunjuk kearah luar.
“Jadi, jadi kamu pindah kesini Sha?” Mirza tampak terkejut.
“Iya.” Jawab Alsha pelan.
"Kamu sendiri kenapa bisa sampai kesini?" Tanya Alsha.
"Oh... aku kesini nemenin Ariq, neneknya tinggal di kampung ini." Mirza tersenyum.
“Ariq? Ariq teman KKN kita?” Alsha berseru tertahan.
“Iya.” Mirza mengangguk. “Dia disini juga tadi, tapi dia sudah pulang duluan kerumah neneknya, nggak jauh dari sini.”
“Kamu masih berhubungan dekat dengan Ariq?”
“Ya..., Kami ditakdirkan untuk selalu bersama.” kelakar Mirza.
Mereka tertawa berbarengan. Kemudian saling pandang.
Alsha menundukkan pandangannya, ia tidak sanggup menatap Mirza, ia merasa tak pantas menatap suami orang berlama-lama. ya... Mirza kini sudah beristri batinnya. Dada Alsha terasa sesak bila mengingat kenyataan itu, luka hatinya kembali terbuka. Ia baru saja mengkhianati janjinya beberapa menit yang lalu. Ternyata Ia masih berat untuk menerima kenyataan. Ternyata ia tidak baik-baik saja.
Alsha mengamati sekitarnya, mencari-cari sosok perempuan beruntung itu, apakah ia juga ada di sana, tapi tidak ada siapa pun di dalam masjid, masjid telah sempurna sepi, hanya tersisa mereka berdua disana.
Ah... mungkin dia sedang tidak ikut, batin Alsha. Ia berusaha untuk mengabaikan rasa penasaran tetapi rasa itu terus saja mengusiknya.
"Fatimah apa kabar?" Alsha akhirnya menguatkan hatinya untuk menanyakan hal itu.
"Fatimah? Fatimah siapa?" Mirza bingung, dahinya mengerut.
Alsha tak kalah bingungnya mendengar jawaban Mirza. "Istri kamu..." Alsha akhirnya menatap mata itu juga, mata yang sejak tadi ia hindari.
"Istri?? Sebentar-sebentar." Mirza semakin mengerutkan dahinya bingung, tidak mengerti dengan arah pembicaraan Alsha.
"Aku tahu kok kalau kamu udah nikah." Alsha memaksakan senyumnya, berusaha bersikap biasa saja, padahal hatinya sakit bila mengingat kejadian dua tahun lalu.
"Nikah???" nada bicara mirza naik satu oktaf. Ia semakin tidak mengerti arah pembicaraan Alsha.
Alsha bergeming, ia menunduk berusaha menyembunyikan matanya yang memancarkan kesedihan.
"Alsha..." Mirza memanggil nama Alsha dengan penuh kelembutan.
Alsha mendongakkan kepalanya, menatap Mirza.
Mirza menatap mata Alsha yang memancarkan kesedihan, tatapan mata yang sama ketika Mirza menolong Alsha di kali dulu. Ia tidak bisa menahan dirinya untuk tidak menatap mata indah itu.