"Gimana Sha? Sudah ada kabar dari Mirza?" Mama menghampiri Alsha di teras rumah. Sejak tadi siang Alsha tidak berhenti mondar-mandir, sebentar ia masuk ke ruang tamu, sedetik kemudian ia sudah di teras rumah, ia sedang menunggu kehadiran Mirza.
Hari itu, dari Bandung Mirza berjanji akan datang bersama keluarganya setelah shalat dzuhur untuk menentukan tanggal pernikahan, tetapi sampai habis isya Mirza tidak kunjung datang. Berulang kali Alsha mencoba menghubungi Mirza tetapi HP-nya tidak aktif. Alsha mulai resah, pikirannya mulai kacau, ia takut Mirza mempermainkannya.
"Udah Sha, kita tunggu di dalam aja yuk!" Bujuk mama.
"Nggak ma, Alsha mau disini aja." Suara Alsha tercekat menahan tangis.
"Sha, kalau pun Mirza nggak datang hari ini, mungkin besok dia datang."
"Tapi kenapa nggak ada kabar ma??" Suara Alsha naik satu oktaf. Pikirannya yang kacau membuat Alsha sedikit lebih sensi.
"Bisa aja HP-nya habis batre nak." Mama merangkul Alsha dan mengusap-usap pundaknya, mencoba menenangkan.
"Gimana kalau ternyata Mirza nggak akan pernah datang ma?" Alsha memegang kepalanya yang pusing kemudian mulai terisak.
"Alsha..., Nak, ayo kita masuk aja ya, kita tunggu di dalam." Mama membimbing Alsha masuk rumah.
Di ruang tamu, papa duduk dengan khidmat. Ia berusaha tenang walaupun hatinya juga resah. Ia tidak bisa membayangkan kalau ternyata Mirza tidak datang, ia tidak sanggup melihat putrinya terluka.
"Alsha kamu istirahat saja di kamar nak, biar papa yang tunggu Mirza. Papa akan tunggu sampai kapan pun." Papa menatap iba putrinya.
"Iya Sha, istirahat ya, dari tadi kamu juga belum makan. Nanti bibi bawakan makanan ke kamar kamu ya." Kini bi Iroh mencoba membujuk Alsha.
Alsha akhirnya bangkit, berjalan lemah dibimbing mama menuju kamarnya.
Dua puluh menit kemudian, sebuah suara yang sejak tadi siang Alsha nantikan terdengar juga. Dari dalam kamar Alsha tidak henti mengucap syukur. Mama kemudian keluar kamar untuk menyambut tamunya, meninggalkan Alsha sendirian di kamar.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam" Papa menghela nafas lega.
"Pak, sebelumnya saya minta maaf, jangan coret nama saya dari daftar menantu bapak..."
"Masuk dulu nak Mirza kita cerita di dalam saja, kalian pasti lelah habis menempuh perjalanan cukup jauh." Potong papa cepat.
Papa, mama dan bi Iroh berkenalan dengan ummi Mirza dan beberapa kerabatnya yang menemani kemudian mempersilahkan mereka masuk.
Setelah duduk di ruang tamu Mirza mulai menceritakan kejadian yang membuat ia dan keluarganya datang terlambat.
"Mobil kami pecah ban pak, HP saya ketinggalan di rumah karena tadi mau buru-buru, jadi saya nggak bisa menghubungi Alsha. Saya minta maaf pak."