Pesta pernikahan sudah berakhir, tamu undangan satu-persatu sudah berpamitan pulang. Safa dan suaminya memutuskan untung pulang hari itu juga, rombongan pak Engkus pun sama, sementara keluarga Mirza akan menginap satu malam di panti, sedangkan Ariq menginap di rumah neneknya yang tidak jauh dari rumah Alsha.
Alsha dan Mirza sudah berganti pakaian, sekarang mereka duduk bersebelahan di atas ranjang, sama-sama menunduk, sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Kini Alsha sibuk memilin ujung kerudungnya, didalam hati Alsha menertawakan dirinya sendiri, ia teringat kelakuannya beberapa tahun yang lalu ketika ia selalu ingin didekat Mirza dan menyentuh laki-laki yang kini duduk disebelahnya, tapi sekarang ketika Mirza sudah menjadi suaminya Alsha malah takut. Sementara Mirza sedang menimang-nimang keinginannya untuk menyentuh Alsha, ia meremas-remas jemarinya sendiri untuk menghilangkan rasa gugup. Mirza menggeser posisi duduknya, berhasil mengumpulkan keberaniannya, ia mulai mendekatkan tangannya pada tangan Alsha.
"Sayang kamu ngapain?" Mirza meraih tangan Alsha yang masih memilin ujung kerudung, kemudian menggenggam tangan itu. Alsha tersipu tidak berani menatap Mirza.
"Sayang, tangan kamu dingin, kamu gugup ya." Mirza terkekeh.
"Nggak, mungkin karena AC." Jawab Alsha Asal, ia masih menunduk tidak berani menatap Mirza.
Mirza kini menggenggam tangan Alsha dengan kedua tangannya, membuat tangan Alsha terasa hangat.
"Sayang, liat aku dong, masa kamu nggak mau menatap suami kamu." Mirza memegang dagu Alsha dengan lembut, memaksa Alsha untuk menatapnya.
Alsha tersipu malu menatap Mirza. Mirza menggeser lagi posisi duduknya, merapatkan tubuhnya pada Alsha. Dengan segala keberanian yang Mirza punya, ia memiringkan kepalanya lalu mendekatkan bibirnya pada bibir Alsha. Tapi.... tiba-tiba pintu kamar dibuka.
"Alsha, nak udah mau magrib kok masih di dalam kamar!!" Bi Iroh yang punya kebiasaan keluar masuk kamar Alsha nyelonong masuk ke dalam kamar. Ia lupa kalau sekarang Alsha sudah bersuami dan ia tidak bisa lagi keluar masuk kamar Alsha dengan bebas.
Mirza dan Alsha meloncat dari tempat tidur, seperti dua insan yang baru saja kedapatan berbuat tidak senonoh. Alsha buru-buru bangkit mendekati bi Iroh, sementara Mirza masih duduk di tepi ranjang membelakangi Alsha dan bi Iroh, menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"I...iya bi, sebentar lagi Alsha keluar." Ucap Alsha gugup.
"Aduuhh... Maaf nak, bibi lupa kalau kamu pengantin baru." Ucap bi Iroh polos, ia lalu buru-buru keluar dari kamar Alsha.
Setelah bi Iroh keluar kamar, Alsha menghampiri Mirza, ikut duduk di tepi ranjang. "Za, sebentar lagi magrib, aku, aku mandi duluan ya."
Mirza menoleh kaget, tidak menyadari kehadiran Alsha. "Hah? Iya Sha, nanti aku nyusul, eh maksudnya nanti aku mandi setelah kamu mandi."
"Ii..iya Za." Alsha buru-buru masuk ke dalam kamar mandi yang berada di kamarnya.
***
"AAAKHHHH." Alsha menjerit terkejut ketika masuk kamar, ia melihat Mirza yang bertelanjang dada dihadapannya. Alsha cepat-cepat membalikkan badannya.
"Kenapa sayang?" Mirza menggoda Alsha.
"Kamu.., kamu ngapain Za." Alsha gugup.
"Aku mau mandi, kenapa emangnya" Jawab Mirza cuek.
"Jangan main buka baju sembarangan gitu dong!" Alsha keki. “Tadi kan udah mandi kenapa mandi lagi?”
Mirza terkekeh. "Aku punya kebiasaan mandi dulu sebelum tidur sayang. Kenapa sih? kita kan udah nikah."
"Nggak, nggak, aku belum terbiasa lihat kamu gitu Za!" Alsha berseru panik.
Mirza mendekati perempuan yang kini menjadi istrinya itu, memeluknya dari belakang.
"Iya sayang, aku nggak akan maksa, kita pelan-pelan aja ya. Ngomong-ngomong, sampai kapan kamu mau panggil aku dengan nama?" Bisik Mirza.