Ketika Badai Kembali Datang

Umia Salamah
Chapter #1

#1 Ketika Wanita Selingkuhan Lebih Ganas dari Istri

"Bu, maksudnya apa Ibu kirim SMS ke suami saya, ada kata 'mmuaach' nya?" tanyaku sambil berusaha menahan amarah pada Bu Tri di kelasnya. Dia adalah rekan kerja di tempatku mengajar saat itu.  

Sengaja aku mendatangi kelasnya Bu Tri Astuti yang merupakan seorang guru sekaligus wali kelas dari kelas dua SD, seusai murid-murid pulang sekolah siang itu. Untuk menanyakan perihal beberapa SMS yang dia kirimkan kemarin sore kepada suamiku yang juga masih guru dan mengajar di sekolah yang sama. Kami sudah janjian bertemu di kelasnya lewat SMS tadi malam. 

Ya, kami bertiga mengajar di lingkungan sekolah yang sama, bertahun-tahun lamanya. Tentu saja, sudah saling mengenal satu sama lain. Aku Mela Anggraeni, seorang guru tingkat TK swasta. Sedangkan mereka, sebagai guru tingkat SD negeri favorit di wilayah kecamatan kami.  

Desas-desus di luar sana tentang suami dan bu Tri sudah sampai menghampiriku. Bahwa, mereka selalu kepergok jalan berdua saat makan siang atau apa pun itu. Bukan sekali dua kali dan bukan seorang dua orang yang pernah melihat mereka berduaan di luar jam sekolah. 

Namun, aku selalu berusaha husnudzon dan tidak percaya dengan rumor miring tentang mereka, sebelum melihat dengan kedua mataku sendiri. Aku ingin selalu percaya kepada suamiku, tidak mungkin dia berani mengulangi kesalahan yang sama, setelah pernah selingkuh dengan sahabat masa remajaku dulu di pengajian pesantren. 

Kali ini, sebuah bukti percakapan antara mereka sungguh di luar batas wajar untuk ukuran sesama rekan guru. Jika dibilang bercanda, di sebelah mana candaannya? Saat aku konfirmasi kepada suamiku langsung, dia begitu gagu dan memberikan jawaban yang ambigu, malah menyuruhku untuk menanyakan langsung kepada yang bersangkutan. 

Ya, dan akhirnya aku pun memberanikan diri untuk langsung mengkonfirmasinya. Masih berharap, mereka memang bercanda saja dan aku yang terlalu curiga. Aku tak mau lagi merasa was-was dan mempercayai begitu saja rumor-rumor itu, sekuat tenaga aku berusaha menahan segala sesak di dada. 

"Bu?" Kembali aku bertanya kepada Bu Tri yang sedang mengotak-atik HPnya. Entah dengan siapa dia berkomunikasi di sana. 

"Hmm, oh itu cuma ucapan untuk 'thank you very much' aja, cuma aku lebihin jadi 'mmuaach.' Gitu aja, kok!" jawabnya santai dengan opini yang dipaksakan, bibirnya menyungging senyum seolah mengejekku yang dikiranya gampang untuk dibodohi. 

"Oh, ya? Atas dasar apa ibu berterimakasih pada suami saya?" tanyaku lagi. 

"Hmm, kan suami aku sebelumnya mau jual tanah, terus bikin syareatnya ke pak Yuda biar tanah itu cepat laku. Sekarang, tanahnya udah laku. Makanya, aku ucapin terima kasih ...," jawabnya agak ragu, terbukti dengan kedua bola matanya yang tidak berani dan tidak nyaman untuk menatapku langsung. Selalu saja dia sambil melihat-lihat ke HP atau ke atas langit-langit. 

"Oh, jadi much yang itu dan gara-gara itu? Terus di mana kata yang 'thank you very' nya nggak ada di situ, tuh!" sahutku menimpali alasan yang dia berikan padaku. 

Dia masih saja berusaha membuat-buat alasan dengan bilang, "Mu--mungkin SMS yang sebelumnya sudah dihapus pak Yuda!" 

Yuda Pratama adalah nama lelaki yang menikahiku tujuh tahun lalu di tahun 2005. Saat ini dan sejak datang bertugas mulai mengajar, dia ditugaskan sebagai guru olah raga. Selain itu, juga menjadi salah satu wali kelas di sekolah. 

Ya, suamiku itu memang memiliki kemampuan khusus di bidang pergaiban, dia bahkan membantu jasa syariat kepada yang membutuhkan. Kemampuan itu Dia dapatkan secara alami turun temurun dari leluhurnya. Sudah banyak orang yang terbantu olehnya. Entah itu kebetulan atau memang tokcer. Yang jelas, tidak ada tarif yang disyaratkan. Seikhlasnya saja, hanya sekedar membantu. 

Aku hanya bisa tersenyum, saat Bu Tri memberikan alasan-alasan yang tak masuk akal itu. Tak tahan lagi dengan alasan klise dan belibet yang dia berikan, aku pun mengeluarkan sebuah HP dari saku baju yang telah aku sita dari suami sejak kemarin sore. HP Samsing mungil berwarna hitam yang pernah berjaya di masanya itu, aku goyang-goyangkan di hadapan wajahnya. 

"HP ini sudah saya sita kemarin sore, lho, Bu. Saya sudah baca semuanya, tidak ada yang pernah dihapus dan tidak ada ucapan terima kasih untuk syareat tanah itu. Bahkan, percakapan seperti itu tidak pernah ada!" ucapku membungkam dan menepis segala alasan yang telah dia berikan. 

Lihat selengkapnya