Kini Setiap harinya yang ku rasa sikap Ibu semakin menjadi jadi.
Seperti hari ini, aku yang masih duduk di kelas lima SD, pulang sekolah Ibu langsung mengambil tasku, dan memeriksa semua buku buku pelajaranku, Ibu membelalakan matanya, saat melihat nilai matematikaku hanya sembilan koma lima, Ibu memarahiku, hingga aku menangis sejadi jadinya karena takut.
“Gak usah cengeng!!cepat belajar, Ibu tidak ingin ada nilai Delapan di raportmu semester ini!!! Kamu harus tetap jadi juara umum !!! besok jika ibu melihatmu masih dapat nilai ini lagi, ibu tak akan segan segan mengirimmu ke rumah bapakmu, biar kamu di siksa sama ibu tirimu sekalian!!!” bentakkan ibu membuat tangan dan tubuhku gemetar. Aku menangis dan terus menangis dalam diam.
“Kerjakan semua soal ini!! Jangan tidur kalau tugasmu belum selesai !!!” Ibu melempar buku yang di penuhi soal, dengan tangan gemetar dan perut lapar, aku mengerjakan soal soal yang Ibu berikan.
Hingga pada akhirnya jam delapan malam telah berlalu, aku baru selesai mengerjakan soal soal tadi, aku berjalan ke ruang tengah, aku melihat ibu sedang menggendong adikku, sambil menangis, ibu melihatku, lalu memelukku, ibu berkata dengan suara paraunya
“Ibu hanya ingin kamu menjadi yang terbaik, kamu harus menjadi wanita yang kuat dan tangguh, jangan biarkan orang lain menyakitimu, atau merendahkanmu“ Ibu mengelus kepalaku dan menangis sejadi jadinya.
Aku tidak mengerti, sungguh aku tidak memahami hati ibu. Aku hanya ikut menangis saja kala itu.
Waktu berlalu begitu cepat hingga kelulusan ku dari sekolah dasar , akan segera tiba, adikku sudah masuk kelas satu SD.
Aku sibuk mengurus pendaftaranku masuk sekolah menengah pertama. Berbeda dengan orang lain yang heboh liburan di kala waktu ujian telah usai maka aku, menghabiskan seluruh waktuku hanya untuk belajar dan terus belajar, agar aku bisa terus menjadi juara umum di sekolah dan terus bisa membuat Ibu bangga terhadapku.
“Kamu harus masuk sekolah negeri terpaforit, jika kamu gagal maka jangan anggap aku Ibumu“ lagi lagi Ibu memberiku syarat yang tak masuk akal. Aku tersenyum lalu mengagguk, sambil berkata “ Baik Ibu “ .
Aku belajar dan terus belajar hingga lupa waktu, aku mengorbankan masa kecilku, aku sama sekali tidak tau permainan apa saja yang ada di luaran sana, karena aku sama sekali tidak pernah di izinkan bermain, Ibu tidak membebaskan aku untuk bisa berfikir sendiri tentang hidupku, Ibu memonopoli jalan hidupku.