Ketika Cinta Menuntun Pulang

Willian Selva
Chapter #8

TANGAN MERAWAT, HATI BERHARAP

Hari demi hari dilalui Hamdi dirumah sakit dengan Hana yang setia menemani. Pagi Hana datang, membawa bekal makanan dan apapun yang dibutuhkan dari rumah. Di bawanya Hamdi berjemur, diajarinya Hamdi berjalan, diajarinya gerakan gerakan yang melatih kondisi tulangnya. Semuanya dilakukan dengan canda, tawa dan keceriaan diantara keduanya. Saat malam tiba Hana balik pulang ke rumah. Setiap siang berganti malam, harus diakui ada kegelisahan yang menyelimuti hati Hana. Kegelisahan yang menginginkan pagi cepat menjelang. Kegelisahan yang ingin untuk cepat bertemu. Kegelisahan yang terkadang bertambah hebat mendera ketika malam. Kegelisahan yang membangunkan lelap malamnya.

Bersujud Hana dalam tahajjud malam untuk kebaikan, masa depan dan cita citanya. Diujung doa diselipkannya permohonan untuk kesembuhan Hamdi. Doa yang sebenarnya kurang dipahaminya, namun terucap dari mulutnya begitu saja. Hamdi bukanlah siapa siapanya. Hamdi hanyalah musafir lalu. Namun apakah musafir itu hanya sekedar lalu? apakah musafir itu singgah di hatinya?. Hal yang rasanya mungkin bisa untuk dipendam dalam beberapa saat, tetapi tidak untuk beberapa lama. Agaknya seperti betul kata orang, rasa iba dan cinta amatlah tipis perbedaaannya.

Sampai kapan rasa ini harus disimpannya sendiri? memendam rindu yang tidak terucap dalam gejolak hati tidaklah mudah. Sebuah perasaan yang terus dibawanya kemanapun ia pergi. Hamdi selalu bermain dalam hati dan pikirannya. Ketika siksa rindu itu semakin berat, terkadang ia berpikir ingin hati dan pikirannya bisa ia pisahkan saja dari raganya. Tapi itu tidaklah mungkin.

Selesai shalat Isya sepulang dari rumah sakit, Hana pun beristirahat meluruskan kaki. Disandarkan punggungnya ke dinding kamar. Hujan turun perlahan. Diarahkannya pandangan ke jendela. Seakan tidak ingin terperangkap dalam kesunyian, dipejamkan matanya secepat mungkin. Malam pun berlalu.

Keesokan paginya Hana kembali ke rumah sakit. Secara lahiriah antara dia Hamdi tampak seperti biasanya. Tetapi siapalah tahu didalam hatinya. Gemuruh yang dirasakannya semakin hebat. Ada rasa kikuk yang dirasakannya ketika dekat dengan Hamdi. Dahulu disamping Hamdi dia rasakan seperti berbicara dengan orang lain kebanyakan saja. Tak ada beban. Tetapi sekarang berbeda. Semenjak rasa itu hadir, disaat disamping Hamdi gemetarlah hati dan perasaannya. Tapi Hana tetap mecoba memendam dan bertahan. Walaupun apa yang sedang ia rasakan terlihat jelas dari sikap dan tingkahnya.

Sudah lebih satu minggu Hamdi dirawat di rumah sakit. Semakin hari kondisinya terlihat membaik. Hamdi sudah seperti layaknya orang sehat. Makan dan aktifitas lain sudah bisa dilakukanya sendiri. Sampai pada pagi itu dokter yang merawat dan memeriksa rutin mengatakan "Hamdi, melihat perkembangan engkau setelah operasi saya lihat hasilnya sangat menggembirakan."Alhamdulillah pak" Hamdi menyela pembicaraan dokter. “Menurut hemat saya besok engkau sudah bisa pulang. Jangan lupa pesan saya, teruslah latih otot otot dan tulangmu dengan latihan latihan ringan. Shalat salah satunya. Selain ibadah wajib, shalat sangatlah baik untuk kesehatan tulang. Gerakan gerakan shalat itu tersusun dengan sempurna, bisa membantu memperbaiki kondisi tulang, peredaran dan sirkulasi darah." Hamdi tersenyum senang."Terima kasih pak. Nasehat bapak akan selalu saya ingat." ucap Hamdi. Dokter tersenyum sambil menyentuh pundak hamdi.

Senyum menghiasi wajah Hamdi dan Hana disaat itu. Sebuah kondisi sebagai hasil dari perjuangan panjang selama 2 minggu terakhir ini. Tak sabar hati rasanya ingin kembali pulang. Tak sabar rasanya hari segera berganti.

Namun diantara rasa bahagia, bagi Hana sedikit kesedihan menyelinap di sisi relung hatinya yang paling dalam. Entah kapan dia akan merawat Hamdi lagi? Adakah lagi suatu saat nanti dia akan menyuapi lagi Hamdi makan? adakah lagi saat saat dimana Hamdi dan dia bercanda melewati lorong rumah sakit? Membimbing Hamdi berjalan, menyiapkan makanan dan seterusnya. Entahlah. Hanyalah Tuhan yang tahu. Inilah ajaibnya perasaan cinta. Ketika cinta menyelimuti, situasi sesulit apapun tetap merupakan situasi yang dirindukan.

Di hari kepulangannya itu Hamdi pun mulai berkemas. Tak sadar dilihatnya waktu Dzuhur sudah masuk. Hamdi berjalan ke mushala rumah sakit. Dilaksanakannya rukun wudhu dengan tertib. Sepanjang sakit sudah lama dia tidak menunaikan shalat di mesjid. Dikumandangkannya azan dengan suara indah. Memanggil kaum muslimin untuk melaksanakan shalat berjamaah. Selesai azan ditunggunya untuk iqamat sekira kira 10 menit. Tak satupun dari jamaah yang memasuki mushalla. Mungkin manusia tengah terlalu sibuk dengan urusan dunianya di siang itu, sehingga dia lupa siapakah pemilik dunia ini sebenarnya.

Hamdipun beranjak maju ke posisi mihrab. Diambilnya posisi sebagai imam. Berharap nanti ditengah pelaksanaan shalat ada makmum yang datang. Hamdi pun melaksanakan Shalat fardhu Dzuhur dengan khusyuk. Situasi dan perasaan hati yang sedang berbahagia atas kesembuhannya menambah waktu sujudnya yang sedikit lebih lama dari biasanya. Doa atas kebaikan dan langkah hidupnya ke depan dipanjatkannya dengan deraian air mata. Berharap musibah demi musibah ke depannya tidak terulang lagi. Berharap kedepan Allah menunjukkan jalan.

Selesai shalat Hamdi menoleh ke belakang. Hamdi melihat tak satupun makmum di shaf laki laki. Tetapi ada seorang dan satu satunya makmum di saf perempuan. Hatinya bertanya siapakah makmum itu? Seorang yang sedang mengangkat kedua telapak tangannya dengan khusyuk. Tidak pada tempatnya pula, jika ia melirik wanita di dalam mesjid. Hamdi berjalan keluar. Disaat memasang alas kaki dari sudut matanya dilihatnya perempuan makmumnya tadi melangkah keluar. Hana ternyata.

Hamdi menyambutnya diluar pintu dengan senyum."Engkau ternyata hana, makmum yang aku tunggu tunggu" ucapnya mengejutkan Hana."Makmum yang uda tunggu tunggu? benarkah?" Hana bertanya serius menatap wajah Hamdi. Hamdi menjadi salah tingkah. Dengan suara gagap dan terbata bata hamdi menjawab "Makmum shalat Hana. Tadi semenjak azan saya menunggu makmum berharap shalat berjamaah. Tak satupun makmum yang datang. Ternyata ada engkau Hana." Hamdi tersenyum. "Sudah lama engkau datang?" Hamdi bertanya mengalihkan pembicaraan.

Hana tersenyum malu sambil menunduk. Rona merah muncul dikedua sisi pipinya begitu saja." Baru saja uda. Saya lihat dikamar uda tidak ada, berhubung Dzuhur sudah masuk saya kesini. Ternyata uda imam disini." ucapnya."Oowh" Hamdi mengangguk."Bagus begitu. Mari kita balik. Tadi saya sudah membersihkan kamar. Peralatan sudah saya bereskan. Nanti kita tinggal berangkat saja" ujar hamdi sambil melangkah."Baiklah uda" Hana menjawab singkat.

Lihat selengkapnya