Ketika Ibu (Tak Lagi) Dirindukan

Wulansaf
Chapter #9

Bab 8

Setelah kejadian malam itu, Mbak Ayu begitu khawatir dengan kondisiku yang memprihatinkan. Aku bersyukur akan keberadaannya yang bisa membuatku merasa aman dan nyaman. 

Ketika ada bersama Mbak Ayu, aku jadi teringat bagaimana usahanya untuk kenal dan dekat denganku sebagaimana dia benar-benar ingin menjadi sahabat dan bukan hanya sebagai kakak sambung. Aku tidak tau Ibu Aryani menceritakan apa pada Mbak Ayu tentang kehidupanku yang penuh dengan kesedihan dan trauma. Tapi aku bersyukur, tanpa menceritakan apa pun Mbak Ayu tampaknya bisa mengerti dan mau mengajakku untung bangkit dari keterpurukan. 

Ketika sepuluh tahun yang lalu aku bertemu dengan Mbak Ayu yang menghadiri pernikahan Bapak dan Ibu di masjid dekat rumah dengan kebaya berwarna putih dengan make up tipis dan rambut yang disanggul rapi. Aku sudah diberitahu oleh Bapak kalau aku akan memiliki saudara perempuan yang usianya jauh lebih tua empat tahun. Tentu saja aku waktu itu masih takut kalau kakak sambungku ini sama jahatnya dengan kakak kandungku. Tidak bisa dipungkiri bahwa aku benar-benar trauma oleh hubunganku dengan kakak kandungku sebelumnya. 

Tentu saja keputusan Bapak untuk menikah lagi itu tidak tiba-tiba dan melalui proses yang panjang karena aku yang waktu itu belum bisa menerima keluarga baru. Tapi karena satu dan lain hal, terutama saat Bapak mengajak Ibu Aryani berkunjung ke rumah untuk kenal denganku, akhirnya aku luluh dengan kelemahlembutan dan kebaikan hati Ibu Aryani setelah selalu menolak Bapak yang selalu meminta izin untuk menikah lagi. 

Sejak melihat Bapak berikrar mengucap ijab kabul hari itu, Mbak Ayu duduk disebelahku dengan wajah ramahnya. Setelah acara pernikahan itu Ibu dan Bapak pulang ke rumah yang semula tempat tinggal Ibu Aryani. Barang-barangku langsung dipindahkan ke rumah baru dan dari sanalah Mbak Ayu mencoba menjadi kakak yang baik. 

  “Mutha, nama kamu Mutha, kan? Muthalail?” aku mengangguk. Saat itu aku tengah duduk di meja makan habis makan malam bersama Ibu dan Bapak. Ibu sedang mencuci piring, sementara Bapak sedang bolak-balik mengangkut piring kotor dan membantu Ibu Menyusun piring-piring yang sudah dicuci. 

  “Mbak Ayu besok bantu Mutha beresin kamar baru. Nggak apa-apa kan, Mbak?” 

  “Siap Bu, besok Ayu bantu supaya kamarnya rapi.” Dia tersenyum, lalu tak lama pergi dari meja makan dan kembali dengan membawa beberapa komik baru. 

  “Kata Ibu kamu suka baca komik, jadi kemarin pas ada bazaar di sekolah aku beli buat kamu.” Aku menerima sodoran komik itu, mataku yang melihatnya berkilat-kilat, senang bukan main karena kebetulan stok bacaan komikku habis dan belum sempat minjam ke perpustakaan. 

  “Bilang apa sama Mbak Ayu, baik banget loh Mbak Ayu beliin komik buat kamu.” Bapak duduk di sebelahku, aku hanya tersenyum malu dan bilang terima kasih meski dengan suara yang pelan. 

Besoknya karena hari libur, Mbak Ayu membantuku merapikan kamar sesuai janjinya. Dia pintar dalam menata berang-barang dan orangnya cukup cekatan. Dalam ruangan 4 x 4 bercat putih itu, tentu saja Mbak Ayu menanyakan banyak hal padaku yang selalu kujawab dengan singkat. 

  “Kamu suka melukis ya Mutha? Lukisan kamu bagus.”

  “Iya, Mbak.”

  “Dari kapan?”

  “Suka ngelukisnya?”

  “Iya.”

  “Dari kelas 4 SD.” 

  “Wow, keren banget! Aku kelas 4 SD belum bisa apa-apa.” 

Aku tersenyum kikuk, kemudian hening beberapa saat. 

  “Kapan-kapan kamu mau ajarin Mbak lukis, nggak?”

  “Boleh.”

  “Beneran?”

  “Iya.” 

Lalu aku dan dia kembali sibuk menata barang-barang. Aku mengeluarkan baju-baju dari koper dan memasukkannya ke dalam lemari, sementara Mbak Ayu merapikan semua buku-buku yang kubawa termasuk buku sekolah dan beberapa buku bacaan. Dia menatanya dengan sangat rapi, dia meletakkan hiasan dan alat-alat tulis miliknya di meja belajarku. 

  “Ini aku kasih pulpen, correction tape, sama jam. Di ruangan ini harus ada jam.” Aku memperhatikan lemari buku yang terlihat cantik dan rapi beserta meja belajar yang ditata Mbak Ayu. Kalau melihat serapi dan senyaman apa kamarku, kemungkinan aku jadi jarang keluar kamar karena terlalu betah berada di sini. Apalagi stok buku komikku juga masih ada beberapa yang belum dibaca yang kemarin diberikan Mbak Ayu. 

Lihat selengkapnya