Jisela memasuki kamarnya saat hampir tengah malam. Dia berjongkok membelakangi pintu. Mengeluarkan isak tangis yang sempat tertahan. Mengungkapkan rasa sakitnya dalam suara tangis yang tak bisa lagi ditahan-tahan dalam kegelapan ruangan.
Saat ini, dia tidak menangis untuk Irene. Namun, teringat wajah ayah dan ibunya sendiri, yang tidak akan bisa dia lihat lagi. Rasanya seperti kembali ke hari pertama dia kehilangan mereka.
Rasa sakit itu membawanya pada ingatan sedih lainnya, di masa lalu, yang rasanya tidak pernah berlalu. Dalam posisi saat ini, Jisela semakin tidak tahu apa yang menunggu dan apa yang dia tunggu di dunia ini. Semua terasa gelap, sesak, dan akan berakhir pada kesia-siaan.
Jisela meratap penuh sedu sampai terdengar ketukan di pintu, memangkas menelan isak tangisnya.
"Kak, aku bawa teh chamomile."
Jisela menutupi hidung dengan lengan, menarik sekaligus menghapus ingusnya. "Tinggalkan saja, nanti kuambil. Aku sibuk."
Jisela menghadap penuh ke celah bawah pintu. Memantau siluet Kira.
Bayangan Kira bergerak, terdengar bunyi samar nampan, lepek, dan cangkir yang saling beradu di lantai.
"Kakak baik-baik saja?"
Jisela membiarkan pertanyaan itu berakhir tanpa jawaban. Merasa cukup kewalahan dengan perasaannya sendiri.
Jisela menyeret dan merogoh tasnya terburu-buru.
"Kudengar teh chamomile bisa membantu tidur lebih nyenyak, Kakak tidak perlu minum obat tidur lagi." Kira terus menanti di lututnya. Namun, pintu itu tetap tidak terbuka untuknya.
~-~
Saat pagi tiba, tubuh Jisela terdorong kembali semakin masuk dari pintu kamar yang baru dia buka. Lengannya menghempas tangan Relia yang menerkam kerah kemeja yang belum dia ganti sejak kemarin.
Tatapan dan kerutan dahi Jisela melemparkan kesal dan jelak menghadapi Relia. "Ada apa lagi sekarang?"
Relia menghempas napas dari mulutnya. Memegangi dahi setelah mendorong Jisela, menyangga kepalanya yang rasanya bisa jatuh kapan saja.
Relia kembali memusatkan mata padanya, lagi-lagi melihat ekspresi Jisela yang masih sama, bingung dan kelihatan bodoh. Kedua alis Relia terangkat dengan senyum samar menghiasi bibirnya.
"Tidurmu nyenyak? Kau pakai selimutmu? Kau tidur di kasurmu tidak?"
"Bicara yang jelas! Memangnya apa yang sudah kulakukan?"