Di Mansion Bumantara, Kira menghadapi satu-satunya orang pembuat malam yang harusnya hangat ini dipenuhi hiruk-pikuk gangguan. Dia tidak bisa tenang sedikit pun, saat di lantai satu rumahnya dimeriahkan oleh pesta yang bahkan tidak memiliki izin dari pemilik rumah itu.
Dia sebagai salah satu pemilik rumah pun jadi merasa tidak bisa berbuat banyak. Satu-satunya yang bisa Kira lakukan adalah meminta bantuan Kiara, tetapi anak itu bahkan sedikit saja tidak membuka pintu kamarnya. Suara lemahnya juga tidak mungkin didengar oleh Jeffi beserta komplotannya.
Kini, seharusnya ini cukup untuk memberi alasan pada nenek mereka bahwa Jeffi lebih baik tidak tinggal di rumah ini.
Kira menggedor pintu kamar Kiara lebih keras. "Kiara! Keluarlah dan bantu aku!"
"Apa sih?"
Tangan Kira menyangga pada bingkai pintu, mulutnya terbuka dengan senyum tak percaya. Kira bisa lihat Kiara baru saja selesai mandi. Namun, dia yakin telinga Kiara masih berfungsi meski sedang dililit handuk.
"Kakakmu yang paling tampan itu sudah membuat rumah kita jadi diskotik. Kita bisa mati kalau Kak Jisel benar-benar pulang tepat waktu."
"Di mana Kak Lia?"
"Belum ada yang pulang," keluh Kira.
"Tahan saja sampai mereka pulang. Siapa yang memutuskan Kak Jeffi tinggal di sini? Aku tidak ikut-ikut."
Napas Kira berhembus melalui mulutnya berbalik pergi dari kamar Kiara. Membujuk Kiara tidak ada gunanya. Kira juga tidak bisa membiarkan rumahnya dikuasai orang asing dengan jiwa berandalan seperti mereka. Mereka bahkan tidak malu mengobrak-abrik isi dapurnya. Memikirkan itu semua hanya membuat napasnya berkobar api.
Memang. At the end of the day, kita hanya sendirian.
"Woi!" Kira mempercepat langkah. "Apa yang kau lakukan?" Dia menutup lagi pintu kamar yang baru saja dibuka oleh dua orang asing berbeda jenis kelamin.
"Pergi dari sini!"
"Minggir, cari kamar lain, Sialan!"
Tatapan Kira menajam saat tubuhnya terdorong. Dia kembali menghadang orang itu, mencegahnya menyentuh gagang pintu apalagi sampai masuk ke dalam. "Bukankah sudah kubilang kalian tidak boleh masuk? Ini bukan rumahmu yang bisa kalian masuki seenaknya."
"Dasar sund*l kecil."
Mata Kira memejam ketika laki-laki itu mengangkat tangan.
Cukup jauh di belakang Kira, Kiara yakin dirinya terlambat meski berlari sekalipun. Kiara terpaku dengan perasaan lebih lega melihat Jeffi menahan tangan pria itu untuk Kira.
Tidak merasakan apa-apa, mata Kira terbuka cepat. Menemukan pria tadi terduduk di lantai.
"Mereka mau masuk ke kamar Papa dan Mama, Kak."
Kira menoleh ke Kiara yang mendadak muncul sok asik memegang pundaknya.
"Kau pikir kau berhak mendorongku?"
"Ayo pergi dari sini. Sudah kubilang tetap di bawah, kenapa kau sampai ke sini?" Jeffi mengulurkan tangannya, meskipun akhirnya ditepis kasar oleh teman yang dia bawa.
"Kalau kau memang seorang pria, kutunggu kau di bawah."
Sangat cukup memancing Jeffi. Jeffi mendengar banyak orang meremehkannya sampai dia sendiri muak.
"Kak, suruh saja mereka semua pulang."
"Dia baru saja mau masuk ke kamar Mama, dan hampir memukulmu. Kau ingin aku diam saja?"
Jisela terpaksa mengerem mendadak ketika mobil lain mendahului memasuki gerbang rumahnya. Semua kekacauan yang ada dalam pikirannya didukung situasi di luar kepalanya. Kekacauan itu sangat jelas di mata Jisela yang menangkap banyaknya mobil di halaman.
Sampai mobilnya benar-benar berhenti, dia terlalu lelah untuk terkejut menyadari keriuhan samar itu berasal dari dalam rumahnya.
Kepala Jisela bertumpu pada kemudi.
Senyum Marcel lenyap ditelan ekspresi datarnya. "Kau benar-benar anak arogan. Kau harus berterima kasih padaku, apa uang sekecil itu saja membuatmu keberatan? Jangan lupa, aku, pamanmu, yang membuatmu pantas berada di posisimu sekarang. Bahkan sampai sekarang kau masih kepompong. Kau bisa apa jika tanpaku di sini?"
"Paman memang tidak seperti kelihatannya." Jisela memandang masuk ke dalam mata Marcel. "Bagaimana aku bisa lupa? Paman memang selalu begitu."
Marcel mendorong tubuhnya lebih condong ke depan. "Aku sudah menjadi bawahan ayahmu, dan kau ingin aku menurutimu juga? Orang sepertimu ini, memintaku berada di bawah kakimu?"