Semua hal ada obatnya, seperti: rindu dan pelipurnya, luka dan senyumnya, patah dan balasannya. Tetapi penyesalan, tidak akan pernah terobati dan hanya bisa dipelajari.
***
Siang ini Shafa izin sebentar untuk menemani April ke dokter kandungan. Shafa tak punya pilihan untuk menolak, sebab April tak punya siapapun untuk diandalkan. April dan Shafa teman dari SMA, teman Iyan dan Jovi juga. Semenjak kelulusan, Shafa dan April sama-sama merantau di kota orang. Melanjutkan pendidikan sembari bekerja. Sedangkan Iyan dan Jovi tetap di kota sendiri.
Sebelum pergi ke dokter kandungan, April meminta Shafa untuk menemuinya di toko jamu. Meskipun kota ini tidak identik dengan jamu,tetapi ada beberapa toko jamu di sini yang cukup diminati. Setelah sampai di toko jamu, rupanya April juga baru saja sampai.
"Udah lama Pril?"
"Baru aja sampai. Yaudah gue mau pesan dulu ya. Lo mau gak?"
Shafa tersenyum sembari menggelengkan kepala, "Gak deh, makasih."
"Dih yaudah. Mbak, mau jamu beras kencur dong. Itu bisa buat orang hamil kan?" tanya April kepada penjaga toko.
"Bisa to Mbak. Mbaknya doyan makan gak?" respon si penjaga toko dengan logat jawa kental.
"Enggak. Saya lagi susah makan."
"Cocok sekali tuh. Jamu beras kencur bisa menaikkan nafsu makan untuk ibu hamil dan menjaga ketenangan psikis ibu hamil. Bagaimana? Mau ndak?"
April mengangguk-anggukkan kepalanya, "Boleh deh Mbak."
"Mau minum di sini atau dibawa pulang?"
"Di sini aja."
"Baik, ditunggu ya."
Penjaga toko pergi menyiapkan pesanan April. Kini, hanya tinggal April dan Shafa serta beberapa orang yang terlihat tengah menikmati jamu.
"Lo udah bisa hubungin Rangga, Pril?"
"Udah."
"Terus gimana?"
"Rangga mau tanggung jawab."
Shafa tersenyum melihat April yang tengah mengusap perut ratanya. Tangan Shafa pun tergerak untuk mengusap perut April.
"Nanti, anak lo jangan biarin ngikutin jejak lo ya."
April tertawa ringan, "Pasti. Dia harus jauh lebih baik dari gue."
"Terus kenapa lo gak minta Rangga buat nemenin lo ke dokter?"
"Rangga lagi nemuin orang tua gue."
Shafa membulatkan matanya, "Gila, berarti bentar lagi lo nikah dong?"
"Doain aja, hehe."
"Gue ikut senang dengarnya."
"Fa, lo putus ya sama Iyan?"
Shafa berhenti mengusap perut rata April kemudian menatap wajah sahabatnya dengan ekspresi yang tak dapat diartikan. Shafa tersenyum kecil, setelah beberapa saat menatap April, ia memalingkan wajah.
Belum sempat Shafa menjawab, pesanan April datang dan memotong pembicaraan keduanya.
"Monggoh Mbak, diminum. Mumpung masih hangat."