Ketika Kau Tak Bersama Siapapun

Ayeshalole
Chapter #26

26. Tahap perekat hubungan

Entah disengaja maupun tidak, menyatukan dua manusia yang seharusnya bisa bersama adalah permainan menyenangkan.

***

Ketika sebuah hal terjadi begitu buruk, tentu akan meninggalkan rasa takut untuk melangkah. Manusia biasa menyebutnya trauma. Trauma yang mendalam mampu mengubah hidup manusia seratus delapan puluh derajat. Seperti Shafa, kejadian beberapa hari yang lalu membuatnya masih sering ketakutan dan berujung mimpi buruk. Belum lagi, Iyan yang tak bisa dihubungi membuat dirinya merasa sendiri.

Namun, kita semua juga tau, Anjas takkan membiarkan itu terjadi. Dengan siap sedia, ia akan selalu ada di sisi Shafa meskipun gadis itu tak menganggapnya ada.

Pagi itu adalah pertama kalinya Shafa berangkat ke kantor lagi. Bedanya, pagi itu Anjas menjemputnya, tentu saja Anjas yang minta. Di dalam mobil, tak ada pembicaraan apapun. Shafa hanya melamun menatap ke luar jendela. Agaknya, insiden kemarin membuat Shafa benar-benar berubah. Melihat Shafa yang begitu menyedihkan, rasa bersalah menyeruah di dalam dada Anjas. Begitu teganya ia melakukan itu pada Shafa.

Bego lo Njas! Shafa kayak gini gara-gara lo! Batin Anjas memaki dirinya sendiri.

"Fa?" Anjas mencoba mengajak Shafa berinteraksi. Namun, Shafa masih setia dengan lamunannya.

Mobil berhenti dan Shafa masih belum menyadari bahwa ia sudah sampai. Anjas menepuk pelan pipi Shafa dan gadis itu sedikit terlonjak.

"Argh!" ia memekik tiba-tiba. Anjas segera memegangi bahunya.

"Hei, ini gue Anjas."

Shafa melihat kanan kiri, seolah mencari-cari sesuatu yang mungkin akan mengancam dirinya.

"Tenang aja ya, gak ada apa-apa kok." Melihat Shafa sudah sedikit lebih tenang, Anjas melepaskan tangannya dari bahu Shafa. "udah sampai, turun yuk?"

Shafa hanya mengangguk pelan kemudian kedua manusia itu turun. Baru saja sampai di ambang pintu, tiba-tiba Shafa merasa menabrak seseorang dan membuat beberapa tumpuk dokumen yang dibawa orang itu jatuh berserakan. Shafa yang segera sadar, berjongkok dan membantunya membereskan dokumen. Setelah usai, ia bangkit. Ditatapnya si pembawa dokumen, atmosfer canggung tercipta seketika.

Rena menerima dokumennya, kemudian tanpa mengucapkan terima kasih langsung beralih pergi.

"Fa, masuk yuk?"

Shafa mengangguk. Tak banyak bicara, bahkan cenderung diam saja. Setelah sampai di meja kerjanya, Anjas pamit untuk ke ruangannya yang tentu saja Shafa abaikan. Gadis itu beralih meraih ponsel, hendak mengirim pesan kepada seseorang yang sejak beberapa hari lalu menghilang dan sulit dihubungi.

Shafa : Yan?

Shafa : Iyan

Shafa : Yan, aku takut

Shafa : Kamu ke mana?

Shafa : Iyan :(

Shafa menghela napas melihat deretan pesan dan banyak panggilan suara tak terbalas. Namun, Shafa tak putus asa. Ia mengetikkan pesan lagi untuk Iyan.

Shafa : Pagi Yan❤

Shafa : Have a great day! I miss you❤

Shafa menghela napas lagi. Mungkin pesan ini tidak akan di balas lagi oleh Iyan. Tidak papa, setidaknya Shafa sudah berani memulai bukan?

Namun, belum sempat ponselnya masuk ke dalam tas, satu pesan masuk membuat jantung Shafa hendak copot seketika.

Iyan : Pagi Fa❤

Iyan : Miss you too.

***

Pagi-pagi sekali, ketika Ipan sedang sibuk sebat di depan rumah, Rima datang dengan sepedanya. Di keranjang sepeda gadis itu, terdapat sebuah rantang berukuran sedang. Sontak hal itu membuat Ipan tersenyum lebar di antara asap rokok yang pudar.

"Asek, dibawain sarapan sama calon bini."

"Pengertian kan gue? Gak sia-sia lo pilih gue dah!"

"Jan tebar janji ah, kampanye emangnya?"

"Haha sialan. Eh, ini motor Iyan ya?"

Lihat selengkapnya