Penjelasan seseorang mungkin tak membuat kesalahannya hilang, tetapi setidaknya mampu meluruskan dan mempertahankan hubungan yang di ambang bimbang.
***
Karena peradaban takkan pernah mati. Ya, kalimat itu benar. Seperti hidup, kita gak bisa tiba-tiba berhenti melangkah hanya karena sebuah hal kecil. Kita harus tumbuh sebagaimana mestinya dan melanjutkan hidup sebagaimana harusnya. Manusia-manusia yang memilih menghentikan hidupnya, adalah manusia-manusia yang tidak bisa kita hakimi benar salahnya. Tetapi, kita bisa pelajari dari apa yang menimpa dirinya.
Di tengah masalah yang tengah Iyan hadapi, lelaki itu selalu berusaha untuk biasa saja. Meskipun upaya tersebut salah satu penghinaan terhadap air mata, katanya. Bukankah bersedih dan menangis itu wajar? Tapi Iyan, malah sok kuat seolah hatinya memiliki ratusan lapis.
Mulai dari urusannya dengan Shafa yang entah mau dibawa kemana hubungan ini, kemudian urusannya dengan Ipan pasal narkoba, belum lagi, urusan tulisan-tulisan yang akhir-akhir ini sering ia jumpai selalu ada di depan jendela kosnya.
Lagi-lagi, Iyan menghela napas kalau kepikiran itu. Melihat Iyan yang terus menerus menghela napas, Edo menyikutnya dan membuat Iyan berdecak sebal. Gak tau, kalau lagi banyak masalah bawaannya sensi terus. Kenapa ya?
"Galau terus. Urusan cewek ya bro?"
"Diem deh lo, gue gak mood ngomong."
"Kagak mood tapi dijawab, cem mana kau ini."
"Dah lu jan banyak cingcong, ini ada pesenan. Buat noh! Gue lagi mau nganter pesenan ke depan."
Edo terkekeh seraya menerima kertas pesanan yang tadi sempat dilempar Iyan. Sedangkan lelaki itu, pergi ke depan untuk menghantar pesanan pelanggan.
Kalau ditanya Kayla ke mana, jawabannya adalah hari ini Iyan dan Kayla tidak satu sift. Iyan sift pagi, Kayla kebagian sift sore. Dan kabar baiknya, lima menit lagi sift Iyan akan berakhir!
16.00
Sift pagi sampai sore berakhir. Iyan bersorak gembira dalam hati, karena setelah ini ia akan menggalaukan diri dan menuliskan beberapa puisi untuk dikirimkan ke redaksi. Karyawan yang mendapat sift sore sudah berangsur ke bagiannya masing-masing. Namun, Iyan tak juga menemukan Kayla. Mungkin, gadis itu terlambat, pikir Iyan. Lagian, ngapain juga Iyan kepikiran Kayla.
"Gara-gara cewek yang waktu itu pesen Aceh Gayo ya?" goda Edo yang masih saja kepo dengan urusan Iyan.
Iyan yang tengah memakai jaket, meluangkan waktunya untuk memukul topi Edo. "Kepo lo kayak monyetnya dora."