Bumi adalah tempat manusia menyimpan jutaan rahasia. Di antara perih dan sakitnya, di antara luka dan tawanya, di antara pengorbanan dan kehidupannya, semuanya... Bumi tau.
***
"Iyan?"
Iyan mendekat, tanpa melepaskan pandangannya dari kotak berukuran sedang yang ada di atas meja di hadapan Ipan. Lelaki itu meraihnya, kemudian mencium baunya sekilas.
"Sabu?"
"Yan, duduk dulu. Gue mau---"
"Lo pengedar?"
"Yan, duduk dul---"
"GUE TANYA, LO PENGEDAR?! JAWAB BANG*AT!"
"Kalau iya kenapa, gak suka lo?" Ipan bangkit dari duduknya, membiarkan Rima yang berusaha menarik tangannya supaya tetap duduk.
Iyan tertawa remeh, "Lo tau, di depan kosan gue, ada tulisan segede gaban. Lo mau tau tulisannya apa? Bapak koruptor, abangnya pengedar! Manusia menjijikan! Setiap hari! Gue gak tau ada berapa banyak orang yang baca itu."
Ipan diam.
"Lo tau, kenapa malam itu gue di pub? Gue ketemu sama Bimo, pelanggan lo itu. Gue gak percaya, awalnya. Tapi sekarang," Iyan mengangkat kotak berukuran sedang itu tepat di hadapan Ipan. "gue kecewa!"
Ipan mendorong leher Iyan hingga punggung lelaki itu membentur tembok, setelah Iyan melemparkan kotak itu ke lantai.
"Pan."
Ipan masih tak menghiraukan Rima yang memanggil-manggil namanya.
"Lo gak tau apa yang selama ini gue korbankan buat keluarga kita!" desis Ipan.
Iyan terkekeh, "Kita? Emangnya gue mau jadi bagian keluarga lo, hah?"
"Gimana mungkin, manusia yang katanya berpendidikan kayak lo, gak punya sopan santun saat bicara dengan orang yang lebih tua!"
"Gue gak sudi punya abang pengedar kayak lo! Sampah lo anj*ng!"
Ipan menarik kerah baju Iyan, "Sekali lagi lo ngomong!"
"LO SAMPAH! BAJ*NGAN!"