Ketika Kau Tak Bersama Siapapun

Ayeshalole
Chapter #30

30. Luka yang sama pekatnya

Sebab, luka tak butuh banyak kata-kata. Bahkan terkadang, luka hanya butuh air mata.

***

Manusia harus diberitahu dulu supaya paham mengenai balasan. Begitu juga Iyan. Setelah kehilangan Shafa, kepergian dan pernyataan Ipan serta Rima, ucapan Jovi yang sejujurnya membuat ia terluka, semua itu bukan terjadi tanpa sebab. Melainkan karena keegoisan Iyan sendiri.

Mala ini bulan sedikit redup. Awan putih lagi-lagi menutupi indah cahayanya. Seolah ikut bersedih atas apa yang Iyan rasakan. Di antara lalu lalang kendaraan, Iyan mungkin satu-satunya pengendara yang sedang tidak fokus pada jalanan. Sebab pikirannya melayang merenungkan hal yang akhir-akhir ini ia rasakan.

"Aku gak tau Yan, ini upaya balas dendam kamu ke aku atau bukan. Tapi harusnya kamu tau, meskipun aku sama Bang Anjas, tapi aku lebih mau sama kamu."

---

"Lo itu egois tau gak! Ada berapa banyak orang yang peduli sama lo, tapi lo gak pernah anggap itu berharga! Lo bego! Lo pantas mendapatkan kehilangan! Lo menyedihkan gak bisa terima kenyataan!"

---

"....Tapi pernah gak sih, lo tanya atau sekadar berpikir, sebenarnya gue lakuin ini buat apa? Alasan gue kayak gini buat apa? Sedangkan, dulu gue punya peluang besar buat jadi orang berpangkat. Gak pernah kan? Iyalah, pikiran lo gak akan sampai ke situ. Karena lo hanya ingat kapan lo disakiti. Tapi sadar gak si, sekarang lo sedang menyakiti orang lain."

---

"....Dan lo tau apa yang ingin Ipan lakukan setelah itu? Di dalam ceritanya, dari awal sampai akhir, Ipan cuma nyebut nama lo...."

---

Semua kata-kata itu terngiang di kepala Iyan. Seperti elegi yang mengiringi hati menuju pemakaman penyesalannya. Seperti irama yang memaksa dirinya untuk tetap mendengarkan. Berputar-putar, memasuki syaraf-syaraf otak tanpa ada niatan untuk berhenti.

Bahkan, ketika dirinya sudah sampai di depan kosan Kayla pun, suara-suara itu belum berhenti juga. Suara-suara yang membuat lukanya semakin dalam. Penyesalannya semakin dalam. Semakin membuat dunianya tak lagi indah.

Pintu kosan Kayla terbuka, bahkan ketika Iyan belum sempat mengetuknya.

"Masuk aja," katanya.

Iyan masuk sembari berbasa-basi. "Lo ngekos sekarang?"

"Hooh. Gue masih marahan sama adik. Yaudah gue ngalah."

Kemudian, hening menyelimuti kedua manusia itu. Kayla sibuk mengobati luka di wajahnya di hadapan cermin besar tanpa kursi, dan Iyan sibuk memperhatikan Kayla. Kedua manusia itu memiliki masalah yang berbeda, tetapi memiliki satu garis merah yang sama. Yaitu, sama-sama membutuhkan pelampiasan.

"Lo tau, luka ini bisa ilang. Muka gue juga bakal bisa jauh lebih cantik. Tapi rasa sakit yang gue rasakan, gak akan pernah hilang."

Mata Kayla membalas tatapan Iyan dari pantulan cermin. Membuat kedua manusia itu saling terpaku seolah ada satu sorotan kesedihan yang sama dalamnya.

"Semua manusia terlahir untuk disakiti dan menyakiti, bukannya gitu?"

"Manusia terlalu egois, karena itu mereka menyakiti."

Lihat selengkapnya