Ada yang suka terang-terangan, ada juga yang suka gelap-gelapan.
***
Katanya, menjadi mahasiswa semester tiga masih dibilang santai. Karena masih mempelajari hal-hal dasar. Namun, kalau sudah naik ke semester empat, bahkan lima dan enam, udah deh, bawaannya pengin nikah aja. Belum lagi, karena sangking jenuhnya, berasa salah jurusan.
Sore itu sehabis pulang dari kampus, Iyan langsung balik ke kosan. Mumpung hari ini libur kerja, ia ingin menghabiskan waktu untuk rebahan seharian. Inginnya sih begitu, nyatanya Iyan masih ada tanggungan tugas yang bejibun dengan deadline mepet.
Lelaki itu baru selesai mandi dan mengeramasi rambut panjangnya. Sembari berjalan pelan ke luar kamar mandi, lelaki itu mencoba mengeringkan rambutnya dengan handuk. Di tengah kesibukannya mengeringkan rambut, seseorang masuk ke dalam kosannya.
"Yan?"
"Oi," sahut Iyan dan seketika menoleh ke arah pintu. Sialnya, ketika ia menoleh, rambutnya sedang dalam posisi menutupi wajah.
"Anjir! Bego gue kira apaan! Setan lo!"
"Ha? Paan Jop?"
"Rambut lo gila! Kaget gue ya ampun."
"Iye maap."
"Gue nginep di sini ya," ucap Jovi seraya menaruh barang-barangnya segera. Kemudian saat itu juga langsung merebahkan badan di kasur busa Iyan.
Sedangkan Iyan, masih sibuk dengan rambutnya. Ia duduk di hadapan kipas angin, kemudian dinyalakannya kipas itu.
"Biasanya juga gak ngomong."
"Tumben wifi lo kenceng. Dah bayar kosan lo?"
Iyan mendadak berhenti mengeringkan rambutnya, ia berpikir sejenak. Tak lama kemudian, ia mendengar seseorang di luar yang sedang menagih uang kos. Seketika itu juga, Iyan ke luar.
"Eh, Bu Widi. Nagih uang kosan Bu?" tanya Iyan basa-basi.
"Iya nih Mas Iyan. Paling yang nunggaknya tiga bulanan tak tagih."
"Saya masih nunggak uang kosan dua bulan kan, sama bulan ini?"
"Lho, enggak to. Tunggakannya Mas Iyan udah dibayarin. Semuanya."
Iyan mengerutkan dahi, "Sama siapa Bu?"
"Ibu gak tau. Yang jelas dia bilang mau bayarin semua tunggakannya Mas Iyan sekalian bayar sampai akhir tahun."
Iyan terheran, "Jadi saya gak usah bayar Bu?"
"Gak usah. Yowes to, Ibu mau ke sebelah dulu ya. Oh iya, ini buat Mas Iyan."
Dengan heran, Iyan tetap menerima sebuah amplop berukuran cukup besar. "Iya Bu. Makasih ya."
"Iya Mas."
Iyan kembali masuk dengan keadaan masih terheran-heran. Siapa manusia baik hati yang mau membayar biaya kosan Iyan? Dalam diam, Iyan terus berpikir.
"Kenapa lo?"
"Aneh banget, sumpah."
"Aneh kenapa?"
"Pertama, tadi waktu di kampus gue mau bayar uang kuliah. Kan gue bayarnya perbulan tuh, bukan persemester kan ya."
"Hooh, terus."
"Gue nunggak dua bulan. Tapi pas mau gue bayar, udah dibayar dong sampai akhir semester ini. Jadi semester ini gue udah lunas gak perlu bayar lagi."
"Itu yang pertama. Yang kedua?"