Satu temu mengundang banyak rindu. Sedangkan tumpukan rindu, belum tentu bisa berujung temu.
***
Tok.... Tok.... Tok.....
"Iya sebentar."
Cklek!
"Hai!"
"Loh, Iyan? Kamu ngapain pagi-pagi ke sini?"
"Gak boleh?"
"Ya bukannya enggak boleh. Maksudnya tuh, kamu gak ada kerjaan banget sampai pagi-pagi ke sini gitu?"
"Aku sebel banget sumpah!" Iyan nyelong masuk ke dalam kos Shafa, kemudian langsung berbaring di atas kasur gadis itu.
"Sebel kenapa?" tanya Shafa sembari menutup pintu kemudian duduk tak jauh dari Iyan.
"Semalam dosenku bilang kalau hari ini jam tujuh udah sampai kelas, giliran tadi udah sampai kelas, dosennya berhalangan masuk! Gila tuh dosen, ngerjain mulu."
Shafa tertawa, "Terus kamu ngapain ke sini tiba-tiba?" tanya Shafa setelah tawanya usai.
"Ya aku sebel lah! Masih pagi juga, mau ngapain di kosan. Udah gak selera tidur lagi. Oh iya, kamu gak kerja?"
"Izin."
"Kenapa?"
"Masih belum bisa ketemu Bang Anjas."
"Kamu jadi keluar?"
"Jadilah."
Iyan mengangguk-anggukkan kepalanya seraya menatap Shafa. Lelaki itu baru sadar, bahwa saat ini Shafa hanya mengenakan daster panjag dengan lengan pendek bergambar panda dan berwarna biru. Diam-diam, Iyan tersenyum geli. Shafa benar-benar lucu sekali. Belum lagi, wajah bantal dan cepolannya yang berantakan.
"Kenapa si? Liatin aku ya?" tanya Shafa yang tersadar bahwa Iyan memperhatikannya.
"Enggak. Geer banget."
"Bohong. Orang tadi aku liat kok."
"Enggak ih."
"Kenapa si? Buluk banget ya mukaku? Belum mandi."
"Kamu belum mandi?"
"Belum. Baru kelar beres-beres."
"Belum sarapan juga?"
"Belum."
"Mandi gih, nanti sarapan bareng."
"Hm, oke. Tunggu ya."
Shafa bergegas mandi, meninggalkan Iyan sendiri di antara benda-benda milik gadis itu. Karena dilanda bosan sebab tak ada yang menyenangkan, lelaki itu bangkit dari rebahannya kemudian melihat-lihat benda di atas meja rias Shafa. Gadis itu seperti gadis pada umunya. Punya alat make up, skincare, terus memiliki banyak perawatan rambut, dan alat-alat khas gadis lainnya. Namun, satu benda menarik perhatian Iyan, yaitu buku miliknya. Ternyata, Shafa membelinya.
Namun, belum sempat tangan Iyan meraih buku itu, tangan besar lelaki itu tidak sengaja menyenggol serum milik Shafa. Alhasil, botol serumnya pecah dan menimbulkan suara sedikit nyaring.
"Apa itu?!" pekik Shafa dari dalam kamar mandi.
Iyan menepuk jidatnya, "Mampus!"
Suara pintu kamar mandi terdengar, menandakan Shafa telah usai. Sontak hal itu membuat Iyan binggung setengah mati. Karena Shafa pasti akan tega menguburnya hidup-hidup kalau ia tau bahwa Iyan telah merusak salah satu skincare miliknya.
"Loh, kok ada pecahan kaca? Ini apa?" Shafa menghampirinya untuk melihat lebih jelas, sedangkan Iyan sudah takut setengah mati.
"Inikan serum aku!" Shafa melirik Iyan.
"Maaf, gak sengaja."
"Kamu apain sih kok sampai jatuh?!"
"Kesenggol dikit. Lagian, serumnya baperan. Disenggol dikit jatuh. Bukan salah akulah!"
"Bisa-bisanya ya nyalahin serum! Kamu tau gak sih?! Ini tuh harganya mahal Iyan!"