Si bajingan itu menari-nari di tengah elegi kehilangan. Tajam dan menyedihkan, kehilangan memang tak semain-main itu di hidup seseorang.
***
"Woi! Tunggu dong!"
"Ngapain si, lo ngikutin gue hah? Gue kan bilang gue gak mau lo semua repot dan berurusan sama polisi gegara gue!"
"Gak! Gue mau bantuin lo bunuh diri!"
Ipan berhenti melangkah tepat di tengah perlintasan kereta api. Sedangkan Iyan, pada akhirnya bisa menyamakan langkahnya dengan Ipan.
"Beneran?"
Iyan tersenyum kuda, "Enggaklah! Lo juga pasti bercanda kan? Masa gue serius."
"Tapi gue serius."
"Pan?"
Ipan kembali melangkah, kali ini dengan langkah kecil. Menyusuri perlintasan kereta api, sedangkan Iyan cukup di pinggiran saja.
"Ketika lo berada di ketinggian, pernah gak lo kayak dengar suara yang nyuruh lo untuk lompat?"
"Hm... Pernah, kayaknya."
"Sama. Bahkan, saat kita di sana, suara itu terdengar begitu jelas," ucap Ipan sembari menunjuk jembatan tempat keduanya duduk tadi.
"Itu alasan lo pindah ke sini?"
"Mungkin iya, mungkin juga enggak. Biar lebih gampang aja matinya, ketabrak kereta hahaha."
"Pan, udah ah. Gak suka gue lo ngomongin mati begitu."
"Lo tau, saat ini di telinga gue cuma ada suara yang nyuruh gue buat bunuh diri. Di sisi lain, gue juga sadar kalau gue gak cukup berguna untuk bertahan hidup."
"Tetaplah hidup, walau tak berguna."
"Lo salah. Tetaplah hidup walau tak bergaya. Sebab lebih baik tak bergaya dari pada tak berguna."
"Lo udah nolongin hidup banyak orang Pan, lo udah baik ke semua orang. Dengan satu kesalahan lo itu, gak mungkin lo kehilangan semuanya. Tuhan pasti menyisakan yang terbaik buat kita. Di antara kehilangan, Tuhan memberikan penggantinya."
"Artinya, gue juga akan terganti kan?"
"Lo gak akan terganti."
"Sekali lagi, gue minta maaf. Mungkin lo bosen dengernya, tapi lo harus janji kalau lo bakal jadi lebih baik lagi. Lo harus kuat. Gue titip Rima, pastiin dia sama orang yang bener. Kalau perlu sama lo, kalau lo mau hahaha."
"Pan, lo mau ke---"
Tiiin!!
"Pan! Ada kereta Pan! Lari woi!!"
"Lo duluan!! Buruan!!!"
Iyan berlari secepat yang ia bisa untuk menghindar dari kereta. Sampai-sampai Iyan lupa menengok untuk memastikan Ipan baik-baik saja. Waktu seolah melambat, langkahnya semakin berat. Dirinya heran, ketika orang-orang berlarian mendekat ke arah rel kereta sedangkan dirinya sibuk menjauhinya.
"Ada yang mau bunuh diri!!"
Langkah Iyan terhenti ketika mendengar suara bapak-bapak mengucapkan kata bunuh diri. Iyan berbalik, dan ia menemukan Ipan masih berdiri di sana. Lelaki itu menghadap dirinya, kemudian tersenyum sembari melambaikan tangan.
Iyan menggelengkan kepalanya, ia berlari secepat yang ia bisa untuk menggapai Ipan. Namun rasanya.... Ipan semakin jauh,
Tak tergapai,