Manusia terlahir untuk dua sebab: meninggalkan untuk ditinggalkan, datang untuk pergi, ada untuk tiada, serta bersama untuk sendiri. Semua akan terasa bermakna, ketika kau tak bersama siapapun.
***
"Yan, kamu kenapa sih? Bukannya kita baik-baik aja ya kemarin?"
"Gak papa kok. Kita emang baik-baik aja, gak ada masalah juga."
"Kamu susah dihubungin beberapa hari ini. Gak mungkin kamu baik-baik aja. Ada masalah ya sama abang?"
"Fa, kenapa si kamu selalu nanya gitu?"
"Aku cuma nanya Yan. Barangkali aku bisa bantu."
"Tapi kamu gak ada hak apa-apa buat ikut campur urusan keluarga aku! Aku gak suka ya!"
Tercipta hening yang cukup membuat Iyan resah.
"Fa? Aku---"
"Bukannya emang gitu ya? Dari dulu kamu egois, kamu gak mau aku tau tentang kamu tapi kamu selalu mau tau tentang aku. Tiga tahun Yan, kamu selalu begitu. Aku pikir, kita emang pantas diperjuangkan. Nyatanya, kamu aja gak biarin aku masuk ke hidup kamu. Jadi aku itu apa selama ini? Niat aku baik Yan, pengin bantuin kamu. Aku juga ingin rasanya kamu pulang ke aku, segimana aku juga pulang ke kamu kalau lagi ada masalah."
"Shafa, gak gitu. Maksud aku---"
"Maaf Yan, tapi aku udah capek banget nahan ini dari lama. Aku mau kita udahan. Makasih tiga tahunnya. Semoga kamu dalam keadaan baik-baik aja kayak yang kamu bilang tadi. Bye."
Belum sempat Iyan melanjutkan kata-katanya yang terpotong, panggilan terputus sepihak. Iyan mengusap wajahnya dengan gusar. Berkali-kali ia menghela napas kasar.
"Argh! Cewek emang selalu susah buat dipahamin!" geramnya seraya menghempaskan dirinya ke satu-satunya kasur yang ia punya di kost kecil ini.
"Bodo ah! Ntar juga lupa sendiri."
Iyan meraih selimutnya dan menutup wajahnya dengan bantal. Tak lama kemudian, ia sudah menyapa alam baru.
***
Susu murni nasional....
Lagu susu murni nasional berdering, tanda bahwa alarm ponsel Iyan berfungsi. Iyan menerjapkan matanya dan beringsut mematikannya segera.
Baru saja ia hendak bangkit, ponselnya berbunyi lagi tanda bahwa ada telepon masuk.
Iyan berkerut karena nomor tak dikenal meneleponnya. Kemudian ia berdecak. Pasti si kampret itu lagi, batinnya.