Ketika Langit Tak Lagi Batasnya...

Shabrina Farha Nisa
Chapter #11

Titik Terendah Bersama

Beberapa minggu telah berlalu sejak hantu masa lalu Ara kembali diusik. Berkat dukungan Bima yang tak tergoyahkan dan ketegaran Ara sendiri, badai itu perlahan mereda, menyisakan langit yang lebih cerah dan ikatan yang semakin kuat di antara mereka. Syuting "Simfoni Senja" berjalan lancar, bahkan chemistry Ara dan Bima di depan kamera terasa semakin hidup dan meyakinkan, seolah cobaan yang baru mereka lalui justru menempa emosi mereka menjadi lebih matang dan dalam. Ada optimisme yang mulai tumbuh, bahwa film ini akan menjadi sesuatu yang istimewa.

Namun, industri hiburan, dengan segala dinamikanya yang tak terduga, sepertinya belum selesai menguji mereka. Kali ini, serangan datang dari arah yang berbeda, lebih terencana, dan menargetkan mereka berdua sebagai pasangan, baik di dalam maupun di luar layar.

Semuanya dimulai ketika sebuah majalah hiburan ternama, yang dikenal dengan investigasinya yang "mendalam" (seringkali berarti: mencari-cari kesalahan), menerbitkan artikel utama sepanjang beberapa halaman dengan judul yang mencolok: "Simfoni Sumbang Aruna-Bima: Kisah Cinta Setting-an Demi Dongkrak Film atau Kenyataan Pahit Perbedaan Kelas?"

Artikel itu tidak hanya mengungkit kembali perbedaan usia, status, dan kekayaan mereka dengan nada sinis, tetapi juga menampilkan "wawancara eksklusif" dengan beberapa sumber anonim—yang diduga adalah mantan kolega Ara yang iri atau pihak-pihak yang pernah memiliki masalah dengan Bima—yang memberikan pernyataan-pernyataan miring. Ada yang mengatakan bahwa kedekatan mereka hanyalah strategi pemasaran yang dirancang oleh tim produksi. Ada pula yang lebih kejam, menyebut Bima sebagai "oportunis" yang memanfaatkan nama besar Ara, sementara Ara digambarkan sebagai wanita paruh baya yang "putus asa" mencari pasangan muda. Bahkan, ada "analisis pakar" yang meragukan keberhasilan film "Simfoni Senja" karena dianggap memaksakan pasangan yang "tidak serasi" di mata publik.

Pagi itu, Rabu, 18 Desember 2024, artikel itu seolah menjadi bom waktu yang meledak serentak. Ranti adalah yang pertama membacanya, dan segera menghubungi Ara dengan panik. Di sisi lain, Doni juga tak kalah kalut saat melaporkannya pada Bima.

Ara, yang baru saja selesai sarapan dan bersiap menuju lokasi syuting, merasakan gelombang mual saat membaca poin-poin utama artikel yang dikirimkan Ranti. Kali ini, serangan itu terasa lebih personal karena menyeret Bima secara langsung dan meragukan ketulusan hubungan mereka yang baru saja mulai ia rasakan sebagai tempat berlindung. "Apakah dunia ini tidak akan pernah membiarkanku bahagia?" bisiknya getir. tapi, berbeda dengan saat skandal lamanya diungkit, kali ini insting pertamanya bukanlah menarik diri, melainkan mencari Bima.

Bima, di apartemennya, merasakan kemarahan yang membara membaca tuduhan-tuduhan tak berdasar itu. Hatinya sakit bukan karena dirinya disebut oportunis, melainkan karena Ara kembali diseret ke dalam pusaran fitnah, dan ketulusan mereka berdua diinjak-injak sedemikian rupa. Ia merasa gagal melindungi Ara dari kebisingan dunia luar.

Siang itu, di lokasi syuting, suasana terasa berat. Semua kru seolah berjalan di atas kulit telur, sadar akan artikel yang sedang menjadi perbincangan panas itu. Ara dan Bima berusaha tampil profesional, tapi energi mereka terasa berbeda. Ada ketegangan yang tak bisa disembunyikan. Adi Pratama, dengan kepekaannya, memutuskan untuk mengambil adegan-adegan yang tidak terlalu melibatkan emosi mendalam hari itu.

Malam harinya, setelah syuting selesai, Ara dan Bima memutuskan untuk bertemu di apartemen Ara. Bukan untuk membahas pekerjaan, melainkan untuk menghadapi badai ini bersama-sama. Mereka duduk berhadapan di ruang tengah, secangkir teh hangat yang tak tersentuh di meja di antara mereka. Keheningan terasa begitu pekat, hanya suara pendingin ruangan yang berdengung pelan.

Lihat selengkapnya