Ketika Langit Tak Lagi Memelukmu

Dyah
Chapter #7

Chapter 7 - Perjuangan, Target, dan Kemenangan Kecil

Hari Tes Tiba

Pagi itu udara masih gelap ketika Almira bangun. Jam di ponselnya menunjukkan pukul 04.00. Adzan Subuh bahkan belum terdengar.

Ia sudah bersiap.

Kemeja putih rapi, rok hitam, berkas-berkas, dan kartu ujian dimasukkan ke dalam map plastik bening.

Walaupun ia mendapat sesi ketiga, ia tetap memutuskan berangkat lebih awal.

Perjalanan jauh, kondisi jalan tidak bisa ditebak—ban bocor, hujan, atau macet bisa terjadi kapan saja. Lebih baik tiba lebih cepat daripada terlambat.

Ketika ia keluar rumah, udara dingin pagi menusuk kulit. Motor Alfian sudah ia siapkan. Helm tergantung di setang.

Laila muncul sambil membawa jaket.

“Mir… pakai ini. Pagi masih dingin,” katanya sambil menyampirkan jaket ke pundak Almira.

Suaranya lembut, tapi mata itu—mata seorang ibu yang penuh harapan—begitu sulit untuk tidak dilihat.

Laila merapikan kerah kemeja Almira. “Ingat ya… nanti sebelum mulai, berdoa dulu. Jangan panik, jangan terburu-buru. Fokus. Ibu berharap kamu bisa lulus, Mir.”

Hamid berdiri di belakang, menyandarkan tangan di pintu. “Bapak doain kamu dari sini. InsyaAllah kamu bisa.”

Kata-kata mereka membuat langkah Almira terasa lebih berat.

Seolah harapan itu berubah menjadi beban yang menekan bahunya.

Almira memeluk ibunya sebentar. “Doakan Almira ya, Bu.”

“Iya, Nak,” jawab Laila lirih.

Hamid mengangguk, menepuk bahunya pelan.

Almira memasukkan kunci motor, menghidupkan mesin, lalu menatap kedua orang tuanya sekali lagi.

Dalam hati, ia berdoa.

Semoga perjalanan lancar, semoga dirinya kuat, dan semoga ia tidak mengecewakan mereka.

Saat motor mulai melaju, udara dingin pagi menerpa wajahnya.

Jalanan masih gelap, lampu-lampu rumah penduduk hanya sesekali menyala.

Dan di sepanjang perjalanan itu, hati Almira berulang kali berbisik:

“Semoga aku sanggup… semoga aku lulus…”

Lihat selengkapnya