Almira tidak bisa tidur sejak semalam.
Hasil SKB terus bergema di kepalanya—angka itu, selisih lima poin itu, dan dua jawaban yang ia ubah di detik-detik terakhir yang kini terasa seperti penyesalan terbesar dalam hidupnya.
Pagi ini ia duduk di tepi ranjang, memeluk lutut.
Laptop masih terbuka, menampilkan ulang live streaming YouTube dari ujian kemarin.
Andaikan ia tidak menyentuh apa pun.
Andaikan ia percaya pada intuisi sendiri.
Mungkin ia lolos.
Mungkin semuanya akan berbeda.
Tapi bukan itu yang paling menghancurkan hatinya.
Yang paling menyakitkan adalah respon orang tuanya ketika ia pulang kemarin.
Ibunya mendiamkannya.
Tidak memandang.
Tidak bertanya.
Tidak memeluk.
Ayahnya hanya menatap singkat lalu masuk kamar, dan sejak itu tak lagi bicara hingga malam.
Almira tahu itu bukan diam yang netral.
Itu diam yang sarat kekecewaan.
Ia menundukkan kepala. Tenggorokannya terasa panas.
Seumur hidup, ia selalu berusaha memenuhi harapan orang tuanya.
Belajar keras.
Tidak pernah membantah.
Selalu menjaga nama baik keluarga.
Dan sekarang… tidak ada satu pun yang berkata,
“Tidak apa-apa, Nak. Kamu sudah berusaha.”
Sesederhana itu saja tidak ada.