Ketika Legenda Kembali Lagi

Donny Setiawan
Chapter #3

Bab 3: Kaum Grien

Menuju ke perbatasan membuat Balin terhibur. Bukit yang mengerikan nan penuh teror akan dilaluinya. Rodit memimpin jalan dengan mantap, tak ada keraguan dalam dirinya.

Ketika sudah semakin jauh dari hutan lebat di atas bukit, ia berseru:

"Jalan setapak ini akan membawa kita menuju Bithera," katanya. Dan mereka tetap mengikuti jalan setapak itu.

Sampai suatu ketika, Erin yang kecerdasannya selalu dipakai ini seakan menghilang, tak diperlukan lagi.

"Jangan berkecil hati," kata Rodit. "Nanti di kota Bithera, kalian akan beristirahat dengan nyaman dan tenang."

Berjam-jam terlewati, akhirnya mereka sampai di perbatasan. Di daerah tanah lapang berbukit. Dari kejauhan sudah terlihat hutan Wyteria di arah selatan.

Perbatasan ini memiliki kedamaian tentram tanpa konflik. Ketika mereka berada di perbatasan, itu bisa dirasakan betapa damainya lokasi tersebut sehingga mereka bebas melakukan apapun.

Tanpa adanya rasa takut, merasa was-was, atau ngeri terhadap kekejaman para pelahap lahan. Balin teringat lagi nasib anak-anaknya, apakah waktu yang tepat adalah sekarang?

Berjam-jam mereka lalui tanpa hambatan. Balin mengubah pikirannya. Apakah saat ini tepat untuk melarikan diri? Ternyata ia berpendapat belum.

Ketika melewati perbatasan, Rodit menyebut bahwa dirinya adalah salah satu dari kaum Grien dan mengatakan bahwa Balin maupun Erin akan aman di bawah tangah kaum Grien.

"Kalian akan terlindungi, kujamin," katanya. "Tapi kuminta satu. Jangan melakukan hal-hal yang ganjil kepada mereka seperti sembarangan masuk ke pelataran tempat ibadah mereka, mengerti?"

Perjalanan ini bukan hanya sekadar perjalanan biasa. Rodit menyebut mereka sudah ditakdirkan untuk melewati jalan tersebut. Menuju Witeria adalah sebuah tujuan mulia.

Pikir Balin, Rodit berlebihan. Ketika mereka melewati perbatasan, Rodit banyak bertingkah. Mungkin ia memang betul merupakan salah satu kaum Grien, yang disebut-sebut belakangan.

Jika memang demikian, Balin tak salah menempuh jalan yang sekarang ini mereka tempuh. Menuju tempat yang benar-benar asing baginya apalagi di telinganya.

Pada akhirnya, mereka sampai pada Witeria utara. Di sini, mereka beristirahat sejenak. Memancing ikan di sungai, membuat tempat teduh, dan melanjutkan perjalanan besok harinya.

Sampai di sini, Balin masih tak memiliki rencana untuk kabur. Ia kehilangan akal. Bahkan sampai-sampai ia merasa pasrah dengan keadaaan sekarang ini.

Rodit kembali memimpin jalan. Erin yang biasa menggunakan otaknya kini tak dipakai jasanya. Hanya ada satu tujuan, yaitu menuju kota Bithera di kawasan Witeria.

Ketika sampai di Witeria tengah, mereka mendapatkan penemuan langka. Jejak kaki binatang Hibred, ya Rodit berpendapat bahwa itu jejak kaki Hibred, di dekat sungai.

Balin tak mempercayai mitos awalnya, namun ketika Rodit mengatakan demikian ia sangsi.

"Apakah benar mitos itu?" tanya Balin.

"Aku juga sangsi mendengar ini," sambung Erin.

"Jelas ini nyata kawan-kawan. Jejak kaki ini milik jejak kaki Hibred," jelas Rodit.

Balin mau tidak mau percaya dengan perkataan Rodit mengneai hewan Hibred. Hewan mitologi yang disembah orang-orang Witters berabad-abad yang lalu.

"Bisa jadi ini bertanda sesuatu," sambung Rodit.

"Jika itu memang bertanda sesuatu, berarti itu apa?" tanya Balin.

Rodit tak mau menjawab. Ia tak bergeming sampai Erin memecah kesunyian.

"Barangkali hewan tersebut berhasil melarikan diri pada hari pensucian di Higbrid," katanya.

"Oh, bisa jadi," sambung Rodit. "Tapi, bagaimana memang kemunculan hewan tersebut bertanda akan sesuatu?"

"Misalnya apa?"

"Misalnya, tanda kemunculan sang penyelamat kaum natyf?"

Erin tertawa. "Kau gila! Mana mungkin ada hubungannya antara hewan langka dengan kedatangan sang holodaris. Itu cerita nenek moyang kita. Sudah berabad-abad lalu muncul holodaris-holodaris palsu."

"Tidak. Kali ini pasti benar," kata Rodit yakin. "Ramalan mengenai datangnya sang holodaris sudah di depan mata."

Balin yang tak mengerti apa-apa kini hanya memandang mereka dengan keheranan.

Menuju Bithera mereka bergerak. Rodit begitu semangat kali ini. Ia banyak bercerita mengenai kehebatan orang-orang Natyf di zaman dulu. Peradaban pertama manusia dan semacamnya.

Balin masih tak bergeming. Ia memang seorang pendiam yang tak tahu apa-apa. Ketika Rodit membicarakan banyak hal, Balin tak pernah ada satu pun yang akrab di telinga. Semuanya tampak asing.

Sampai di Bithera, mereka disambut oleh para warga yang berbondong-bondong melihat ketiga berandalan ini. Rodit yang menyiapkan segalanya, entah bagaimana caranya.

Balin dihormati di kawasan asing, dan itu aneh menurut dugaannya. Tak masuk akal. Di Frem, ia hanya seorang pandai besi. Tapi, di sini kedatangannya dinanti-nantikan orang-orang.

"Apakah ini tidak berlebihan?" tanya Erin.

Jelas tidak bagi Rodit. Mereka berdua curiga terhadap Rodit. Bagaimana bisa ia mengatur segalanya sementara mereka sama-sama ditahan di bukit Eeden.

Mereka beristirahat di Bithera. Balin dan Erin juga Rodit baru kali ini merasakan nikmatnya memandikan tubuh mereka dengan air yang dikhususkan untuk mandi.

Mereka bertiga saling diam ketika berendam. Seperti masing-masing ada yang menyiimpan sesuatu. Dan memang benar, Balin dengan rencana melarikan dirinya.

Rodit dengan rencananya, dan Erin dengan pikirannya. Semua yang semula akrab seketika menjadi asing. Meski begitu, mereka bertindak seolah tidak pernah terjadi apa-apa.

Lihat selengkapnya