Ketika Legenda Kembali Lagi

Donny Setiawan
Chapter #5

Bab 5: Asgartia

Saat itu keadaan damai dan adem. Ketika sebuah berita beredar mengenai pengepungan Asgartia di Bithera, membuat geger di mana-mana.

Balin saat itu sedang bersantai di kamarnya, memikirkan nasib anak-anaknya dan rumahnya. Apakah para pelahap lahan merusak rumahnya atau tangan pemerintah Higbrid yang melakukannya?

Semuanya berputar-putar di kepala Balin bagai badai yang tak pernah terhenti. Erin menyiapkan makan pagi di bawah, dan Balin belum beranjak dari tempat tidurnya.

"Tuan! Kau harus turun," suara Rodit dari bawah. "Makanan sudah siap."

Tapi Balin tetap tak turun dan masih melamun. Sampai ada kegaduhan di bawah ia baru turun.

"Ada apa ribut-ribut?" tanya Balin yang berpikir bahwa kegaduhan itu masih ada sangkut pautnya dengan keadaan rumahnya.

"Gawat!" kata sang pemberi kabar. "Asgartia! Asgartia dikepung!"

Muncul wajah takut sekaligus prihatin dengan adanya berita itu di wajah masing-masing yang mendengar.

"Lalu apa yang akan kita lakukan?" tanya Erin. "Apakah menunggu giliran Bithera baru kita bertindak?"

Tapi Rodit hanya diam. Ada kekhawatiran di dalam hatinya. Balin orangnya kalem, ia menerima berita itu sekaligus ada rasa lega, karena berita itu tidak ada hubungannya dengan rumahnya.

"Bagaimana kita kumpulkan relawan untuk membantu pertahanan di Asgartia?" kata Rodit kemudian. "Aku akan kumpulkan orang-orang di rumah besar, dan Sang Holodaris yang memimpin."

Balin tak bisa menolak, ini merupakan tindakan buru-buru. Dan pikiran mereka semua hanya berpikir bagaimana bisa selamat dari kekacauan yang baru saja terdengar.

"Aku tidak keberatan jika ditugaskan untuk mengumpulkan orang-orang di Bithera ini," kata Balin sedikit agak ketus. "Cuma, aku tidak pandai dalam hal berbicara, bagaimana..."

"Tidak perlu kemampuan untuk mewujudkan keinginan seorang Holodaris, tuan," sambung Rodit. "Kau gunakan gelarmu itu untuk memengaruhi orang-orang.

"Semua orang pasti akan mendengarkan dan siap dengan perintahmu." Balin tertegun, menyadari ia punya kekuatan yang sebelumnya tak pernah terpikirkan.

"Baiklah, semua! Dengarkan, dengarkan," teriak Rodit kepada seluruh warga Bithera di pusat kota. "Ada yang mau disampaikan kepada kalian, kalian dengarlah."

Warga berbondong-bondong datang memenuhi lapangan. Ada yang keheranan dan saling bertanya. Ada yang masuk begitu tahu ada kegaduhan yang bermaksud sesuatu.

"Di sini, kita hidup. Di sini kita mati!" lanjut Rodit. "Dengarkan semua! Dengarkan! Ini sang Holodaris akan menyampaikan sesuatu kepada kalian semua.

Balin awalnya tak bergeming. Ia hanya berdiri memandangi warga satu per satu. Kemudian ia teringat dengan nasib anak-anaknya di Frem. Kemudian nasibnya sebagai Holodaris.

"Aku tahu, aku hanya pendatang di sini," Rodit tak setuju. "Kemarin saya adalah buronan Higbrid, sekarang saya adalah pahlawan. Saya tak bermaksud apa-apa.

"Yang mau saya sampaikan hanyalah sebuah seruan kepada kalian. Malam tadi, ketika kita tidur pulas, warga di Asgartia, dikepung dengan rasa ketakutan. Rumah-rumah mereka dihancurkan, bakar, dan anak-anak mereka dibunuh.

"Apa-apa yang terjadi di Asgartia itu menyayat hati kita. Sebagai tetangga kita seharusnya tak berdiam diri. Sebaiknya kita bergerak, membantu sebisa kita bantu.

"Salah satunya, mari kita berkumpul, bersatu, melawan dan mengusir para penjajah dan penjarah di Asgartia. Sebagai gantinya biarlah kalian mendapat perlindungan dariku.

"Sebagai sang Holodaris, aku memerintahkan kalian untuk memenuhi seruan agar berkumpul menjadi satu. Dan marilah kita bersama-sama mengusir penjahat yang mencedarai Asgartia."

Semua orang berkumpul, baik para pria dewasa, wanita, hingga para pemuda. Khusus para pemuda, mereka sangat berapi-api saat mendengar seruan itu.

Mereka semua mendengar seruan Balin, sang Holodaris. Muncul di dalam diri mereka untuk memenuhi panggilan itu. Seperti ada yang mengarahkan, mereka dengan suka rela menobatkan diri sebagai relawan.

Dan mereka siap kapan saja dikirim ke medan pertempuran. Namun, meski begitu, wajah Balin justru menyiratkan kedukaan. Ia tidak tega mengirim begitu banyak korban jiwa lagi.

Sebelum akhirnya berakhir, pertemuan itu pada akhirnya berhasil mengumpulkan ribuan relawan yang rela dikirim untuk bantuan ke Asgartia.

Diantaranya paling banyak adalah anak muda-anak muda yang masih berapi-api. Mereka berseru sudah muak dengan tingkah laku orang-orang Bretoria.

Balin sangat menyayangkan tindakan ini, meskipun ia tidak menampakannya. Ada keprihatinan dalam jiwanya. Ia pun bertanya, sampai kapan ia harus berpura-pura seperti ini.

Malam harinya, ia tak bisa tertidur. Membanyangkan dirinya ikut bertempur. Ia bahkan untuk menyelamatkan diri tidak sanggup, apalagi menyelamatkan ribuan nyawa.

Tak ada yang menyita waktunya selain masalahnya dengan keberadaan kaum cindaku. Ke mana Cinukil itu pergi? Ia bahkan belum sempat bertanya akan pergi ke mana.

Balin terpikirkan untuk ikut bersama Cinukil dan pergi dari Bithera. Rasanya ia tak pantas mendapat kemewahan dan kewenangan ini. Berhubung ia sekarang sudah tidak tidur di kamar bekas. Ia bahkan memiliki rumah sendiri di Bithera.

Pagi harinya, ia berniat berjalan-jalan santai. Di sana ia melewati pekarangan bunga, pohon suci, dan hutan-hutan. Sampai di hutan, ia kesulitan mencari jalan pulang.

Lihat selengkapnya