Sepanjang jalan, rombongan saling berjaga satu sama lain. Tak ada ancaman yang berarti. Balin berada di luar rombongan. Rodit dan Erin sibuk mengurusi persediaan.
Balin ingin menggunakan kesempatan ini untuk menghindari rombongan dan pergi meninggalkan mereka. Pemikiran ini muncul begitu para rombongan itu sudah tinggal beberapa meter lagi dari Asgartia.
Bau asap mengerubungi hidung Balin. Ia menggunakan kain penutup ke kepalanya dan menutupi wajahnya dengan awas. Ia mundur dari rombongan dan kembali berjalan melalui jalan setapak.
Jalan setapak yang dilaluinya asing bagi Balin. Namun itu tak meruntuhkan semangatnya untuk meninggalkan rombongan. Ia yakin bahwa jalan inilah yang akan dipilihnya.
Di atas tebing, ia mengawasi pemandangan di bawah. Terdapat rombongan yang menyesakan jalan. Ada lega di hati Balin. Suara anak-anaknya kini memanggil dirinya.
Tujuannya sekarang adalah mencari jalan menuju Frem di Higbrid. Dan tugasnya untuk tidak terdeteksi oleh petugas keamanan Higbrid.
Tugasnya tentu tidak mudah. Sebagaimana ia seorang mantan narapidana, Balin harus terhindar dari penglihatan orang-orang Higbrid. Tentu ini sulit.
Namun, karena terdorong dengan niatnya untuk bertemu dengan anak-anaknya, ia terpaksa melakukan ini. Entah ini panggilan naluriahnya karena takut mati di medan pertempuran.
Atau memang dorongan hatinya untuk menemukan anak-anaknya segera. Kehadirannya di tengah rombongan belakangan hari tentu membuatnya agak merasa diterima.
Balin tak mau berhenti melangkahkan kakinya. Entah ke mana kakinya membawanya. Yang terpenting, ia bisa menjauh dari rombongan. Persediaan yang cukup bisa membuatnya bertahan beberapa hari.
Hujan rintik membasahi tubuhnya sedikit. Witterstein dikepung kabut saat itu. Pegunungan di Higbrid terbentang di hadapannya di kejauhan. Yang perlu Balin lakukan adalah berjalan menuju gunung tersebut.
Bau hangus sudah tak tercium. Digantikan dengan bau tanah basah. Dedaunan menyesakan jalan. Sebelum ia berhenti, ia mendekati perbatasan Atheria.
Sampai di perbatasan Balin membelok ke arah bukit Lyls. Di sana ia akan berjalan terus ke utara sampai menemukan desa bernama Frem, rumahnya.
Pekerjaan rumahnya mungkin mencari jalan keluar dari hutan Witeria yang lebat. Seketika Balin teringat Cinukil yang belakangan ia selamatkan.
Ia penasaran dengan nasib temannya itu. Dan berniat mencarinya sebelum ia meninggalkan Witeria. Balin ingin menyelamatkan kaum Cindaku di Bithera.
Seketika, ia mengurungkan niat untuk kembali pulang. Ia memutar, memasuki hutan Witeria dan berharap ia dapat menemukan jejak temannya itu.
Kota Bithera berada di antara pohon-pohon di hutan Witeria, sementara Balin mencari jalan yang benar menuju ke sana, ia tak bertemu dengan siapapun di hutan ini.
Benar-benar seperti hutan yang mati tanpa kehidupan sama sekali. Liar dan lembab. Balin tak menyukainya dan berharap ia lama-lama akan meninggalkan hutan ini.
Dalam pencarian ini, Balin merasa hanya memutar-mutar di daerah sekitar hutan dan tidak ditemukannya jejak temannya. Hal ini membuat frustrasi bagi Balin.
Tak mungkin ia terus-terusan mencari tanpa tujuan begini, maka ia berhenti mencari dengan cara tanpa tujuan. Ia mencoba mencari lokasi Bitera dengan melalui jalan yang pernah dilewati.
Hutan begitu sunyi dan sepi. Berjam-jam Balin berjalan. Tak ditemukannya orang selain dirinya. Perang membuat kehidupan menjadi mati.
Dalam pencarian Cinukil, Balin teringat peringatan yang menghantui Balin selama beberapa hari belakangan. Ia juga sepatutnya mengkhawatirkan keadaan rekan-rekannya dalam rombongan.
Namun, mau bagaimana, Rodit sudah memimpin rombongan dan bertekad untuk tetap melawan orang-orang Bretoria. Betapa nyawa menjadi taruhannya.
Di tengah hutan, ia terhenti dengan adanya jejak kaki sebanyak lima orang. Ia teringat ancaman para pelahap lahan di bukit Eeden. Mungkinkah mereka sampai di sini?
Tapi kalau dipikir-pikir, tak mungkin para pelahap lahan turun bukit dan menyusuri hutan Witeria. Balin kembali berjalan menyusuri hutan. Hanya jalan setapak yang kini menjadi acuannya.
Hujan rintik membasahi tanah hutan membuat Balin terjaga dan tak mau beristirahat. Seandainya sedari ia di rombongan mengingat jalan mana yang ditempuh.
Tak mungkin ia kesulitan mencari jalan yang benar begini. Bunyi burung-burung memekakkan telinga Balin. Sebentar lagi gelap, dan Balin belum menemukan tempat berteduh.
Balin tak bisa mengikuti jejak-jejak itu. Karena ia terhalang dengan suara lolongan serigala dari kejauhan. Ia menjadi kesulitan untuk bergerak dan harus mematung sementera suara lolongan itu semakin dekat.
Hanya kain yang menutupinya dan reruntuhan pohon yang dapat menolongnya. Balin masuk di antara lubang yang pohon akarnya terangkat.
Selama berjam-jam, Balin tak makan dan minum, berada di sana. Berharap rombongan serigala itu tak mencium bau dirinya. Untunglah ada kain yang tebal itu dibawanya.
Sementara para serigala tertipu dengan bau kain yang dipakai Balin, mereka hanya menciumi sekitar Balin dan pergi lebih cepat ke suatu tempat.
Balin hanya makan jamur-jamuran di hutan. Tanpa minum. Tubuhnya bergolek lemas sambil mencari sumber air. Ketika ia mendengar ada deras air, ia kehilangan suara itu ketika sudah dekat.