Blurb
Sore itu, Senin, 09 Juni 2018. Selepas jatuh sakit hampir seminggu lamanya, kesehatan Dinda mulai membaik. Suhu tubuhnya sudah normal. Hanya saja, ia masih perlu istirahat dan tidak boleh memikirkan macam-macam.
Dari sudut rumah sakit, Dinda dapat merasakan betapa sakitnya perasaan seorang ibu ketika kehilangan anak! Karena, ia juga wanita, yang di dalam dirinya disematkan rahim yang tak ada pada diri laki-laki.
Dinda semakin dekat dengan kebahagiaan hakiki yang diinginkan selama ini kala bersama kembali dengan Bunda Maya, Sang ibu kandung yang ia cari selama ini. Namun, perasaannya gamang.
Sejarah kelam soal kelahirannya yang terkuak kemarin, menggoreskan luka untuk yang kedua kalinya, dan tak mungkin bisa lagi disembuhkan sampai ajal tiba menjemput. Sedangkan kerinduan telah mengajarkannya untuk kuat dan bertahan.
"Bun, aku memang anak kandungmu secara biologis, milik Bunda. Tapi sejak kecil dibesarkan orang lain, yang tak lain juga ibuku secara ideologis," ujar Dinda getir.
Novel ini menghubungkan antar fiksi dengan kenyataan yang ada di lapangan, baik ditinjau dari segi sejarah maupun lingkungan sosial, seperti peristiwa Hellen Adam Keller, Anne Sullivan, atau Syekh Mu'adz yang bisa dipetik pelajaran hidup dan hikmahnya.
Akankah Dinda meraup kebahagiaan terhakikinya menjadi bagian keluarga besar Bunda Maya? Atau ia tetap bersikeras mengabadikan kegembiraan yang telah diraup dari tempat di mana ia dibesarkan bersama para ibu ideologisnya? Kisahnya bisa ditemukan dalam novel ini. Bersiaplah menangis dalam tiap helai guratan aksaranya.