KETIKA MALAIKAT MENANGIS

Rizal Azmi
Chapter #12

BUKAN TAKDIR BAGIAN II

Pemanggilan Ibu Guru Tatik dan bapak kepala sekolah—oleh dinas pendidikan atas perintah bupati—pada hari itu, juga tercium para wartawan. Pemberitaannya pun kembali viral di mana-mana. Berbagai meme bermunculan di media sosial. Ada yang membuat, Andaikan ini pemimpinku! Ada juga, Maafkan aku mantan! Yang lebih parah lagi, Lihat gaya gue, besok pasti viral! Semua tersebar di line, whatsapp, twitter, facebook, youtube, dan bbm.

Ibu Guru Tatik sadar, langkahnya dalam membentak Rita yang notabene anak seorang bupati, mengundang kontroversi, mengingat yang dilawan itu keluarga sang penguasa. Bahkan, dalam keluarga besar Ibu Guru Tatik pun, menuai pro kontra.

Di tengah pro kontra itu, Ibu Guru Tatik terlihat tegar. Bahkan, ia sudah mempersiapkan risikonya jika memang harus diberhentikan atau dimutasi ke daerah terpencil. Ia juga sudah memohon maaf kepada suami dan anak-anaknya jika harus menerima suatu hal yang tidak diharapkan.

“Saya sudah bilang, Pak, pada suami dan anak-anak di rumah, agar siap menerima segala keputusan. In Syaa Allah, mereka mendukung,” kata Ibu Guru Tatik ketika ditanya Bapak Luthfi sebelum berangkat ke kantor dinas pendidikan, menghadap kepala dinas.

Perkataan Ibu Guru Tatik membuat Pak Luthfi terharu. Ia bangga, memiliki rekan kerja yang memiliki prinsip kuat. Siap menerima risiko, karena mempertahankan kebenaran tanpa tebang pilih. Di satu sisi, ia juga merasa sedih jika memang Ibu Guru Tatik harus diberikan ganjaran berat, lantaran telah mempermalukan anak bupati.

Di negeri ini, anak-anak pejabat sangat diistimewakan. Kesalahan mereka ditutupi sedemikian rupa. Dilindungi dengan berbagai cara. Pintar atau tidak, bisa masuk tanpa tes ke sekolah favorit, lewat jalur titipan. Kepala sekolah dan pegawai lain tidak ada yang berani menolak atau membantah. Berani melawan, akan dimutasi dan diancam kedudukannya. Berbagai macam diskriminasi lain juga dilakukan.

Dikira, rakyat bodoh, tidak mengetahui hal itu. Hanya saja, rakyat masih diam. Namun, ingatlah! Jangan memancing amarah mereka! Jangan membangunkan tidur mereka! Takutnya, terulang lagi tragedi Trisakti tahun 1998 silam. Jika rakyat berbuat, mengguncang penguasa, kalian bisa apa?

Ibu Guru Tatik dan Bapak Luthfi sudah tiba di kantor dinas pendidikan sekitar lima menit yang lalu. Mereka berdua duduk di ruang tunggu, karena bapak kepala dinas sedang ada tamu.

Ada yang menatap sinis kehadiran mereka. Bahkan, ada yang berani melontarkan sindiran.

Itulah manusia, hobi mem-bully. Ketika di-bully balik, lantas mengatakan kalian kejam, tak berperikemanusian. Namun, ketika dirinya sendiri yang mem-bully, lupa dengan semua kalimat itu.

“Jangan dihiraukan! Sabar! Beginilah cara Allah mengangkat derajat kita!” ucap Bapak Luthfi, memberikan nasihat pada Ibu Guru Tatik saat melihat raut muka Ibu Tatik berubah.

Tak beberapa lama kemudian, seorang laki-laki tak dikenal, keluar dari ruang bapak kepala dinas. Giliran Ibu Guru Tatik dan Pak Luthfi yang masuk.

“Assalaamu’alaikum.”

“Wa’alaikumussalaam. Silakan masuk!” Terdengar sahutan dari dalam.

Lihat selengkapnya