KETIKA MALAIKAT MENANGIS

Rizal Azmi
Chapter #14

BUKAN TAKDIR BAGIAN IV

Setibanya di sekolah, Pak Luthfi sudah menunggu di depan kantor. Melihat mereka datang, Pak Luthfi menghidupkan motor, langsung mengajak menuju rumah dinas bapak bupati.

“Ayo, kita langsung saja ke sana! Ini sudah hampir terlambat!” kata Pak Luthfi.

Nggih, Pak,” sahut Ibu Guru Tatik.

Mereka berangkat menuju rumah jabatan bupati yang jaraknya tidak terlalu jauh.

Di perjalanan, Dinda termenung sambil berlinangan airmata. Ia diam tanpa kata. Pikirannya melayang jauh tanpa arah. Mengapa akhir dari drama ini tidak berakhir bahagia? Apakah orang miskin begitu tidak ada harganya?

Direnungi setiap peristiwa yang telah terlewati. Ya Allah, aku serahkan semua ini kepadaMu. Kau pemilik hati, rasa, dan jiwa. Pembolak-balik hati ini. Jika keputusanMu itu terbaik, itulah terbaik yang harus dilewati. Tidak ada yang lebih tahu segalanya, selain Engkau. Apa pun yang terjadi, Aku siap, ya Rabb. Bukan saja sekadar siap, In Syaa Allah ikhlas, menghadapi. Aku tahu, ini yang terbaik. Pemberian dariMu. Bunda Ismi juga siap, menerima kenyataan. Ia selalu ada di sisiku, meskipun bukan ibu kandung. Sosok yang lebih daripada malaikat. Tanpanya, mungkin aku tak kuat.

***

Jam sudah menunjukkan pukul delapan lewat empat puluh lima menit ketika tiba di rumah dinas.

Mereka langsung diminta masuk ke ruang tamu oleh protokoler. Menunggu di sana.

Orang-orang berseragam dinas keluar, masuk, terlihat sibuk. Entah, apa yang mereka sibukkan! Yang jelas, raut muka mereka sangat serius. Mungkin, tak lama lagi, akan ada kunjungan dari pejabat daerah lain. Jadi, harus dikoordinasikan terlebih dahulu, agar persiapannya tidak memalukan.

Beberapa lama kemudian, bapak bupati ditemani bapak sekda dan bapak kepala dinas pendidikan, keluar ruangan. Terlihat juga, Rita dan ibu bupati di belakang mereka.

Mereka langsung menduduki kursi masing-masing. Tampak, raut muka Rita sangat benci dan murka ketika sekilas menatap wajah Ibu Guru Tatik dan Dinda.

Ibu Guru Tatik hanya tertunduk, melihat tatapan itu. Dinda pun sama.

“Assalaamu’alaikum,” kata bapak bupati, mengucapkan salam sambil mengulurkan tangan untuk berjabat.

“Wa’alaikumussalaam,” sahut Bapak Luthfi, orang pertama yang disalami.

Lihat selengkapnya