Sudah satu minggu, Bunda Maya dan Sahid tinggal di Sampit. Seluruh informasi tentang penemuan anak perempuan yang ditemukan di tempat sampah pada tahun 2000 lalu, sudah dikunjungi. Hanya beberapa panti asuhan yang belum sempat ia kujungi.
Hari itu, jadwal mereka mengunjung Panti Asuhan Tunas Bangsa yang terletak di Jalan Wijaya Kusuma.
Sebelum ke sana, mereka mengunjungi panti-panti yang lain terlebih dahulu, yang letaknya lebih dekat. Karena, Panti Asuhan Tunas Bangsa berada di wilayah Baamang, yang jauh dari hotel.
Panti Asuhan Tunas Bangsa merupakan sebuah kompleks panti asuhan yang suasana lingkungannya seperti perumahan. Panti yang terkenal menerima bayi, orang jompo, dan penyandang disabilitas lain demi kemanusiaan.
Naluri Bunda Maya memaksakan untuk segera pergi ke sana. Namun, ia urungkan, karena baru pukul tujuh kurang. “Yah, perasaanku hari ini semakin kuat. Keyakinanku, kita akan bertemu dengan anak semakin tinggi. Aku tidak tahu kenapa bisa begini,” tanyanya pada Sahid, yang baru saja selesai keluar dari kamar mandi.
“Berdoalah, Bun! Jika Allah berkehendak, kita akan bertemu dengan anak itu lagi. Pasti ada jalan untuk ke sana. Hanya saja, kita tidak tahu, seperti apa jalan yang akan Dia berikan dalam pertemuan ini,” ujar Sahid sambil asyik memilih baju di dalam lemari yang disediakan hotel.
“Sungguh, dalam sakitnya menahan kerinduan yang berselimutkan penyesalan begini, terasa sangat perih untuk dipertahankan. Sungguh, Yah, aku tak tahu harus berbuat apa jika tak pernah bertemu dengannya lagi! Aku tak tahu!”
“Kita hanya berencana. Allah yang maha pemilik rencana. Rencana Allah lebih baik daripada rencana kita. Kita tidak tahu bagaimana keadaan ke depannya nanti. Allah yang tahu akan segalanya. Karena, Allah pemilik atas semuanya. Kita hanyalah makhluk lemah, yang harus bersandar pada diriNya. Bukan kepada yang lain,” jawab Sahid lagi.
“Delapan belas tahun lamanya kejadian itu, selama itu pula kita tak pernah tahu akan kabar dirinya. Apakah ia masih hidup atau mati. Tak ada kabar sedikit pun yang bisa memberikan titik terang dalam kerinduan ini. Kita terlalu jahat! Lebih jahat daripada binatang! Dan kita sama saja dengan bangsa jahiliyah di zaman nabi dulu, yang suka mengubur anak perempuannya!”
“Bun, menyesali perbuatan itu bagian dari suatu syarat diterimanya tobat! Namun, janganlah selalu menyalahkan diri sendiri! Kita juga tak ingin seperti ini. Hanya saja, karena terbuai bujuk rayu iblis laknatullah yang lebih kuat daripada keimanan kita dulu, membuat kita terjerumus. Alhamdulillaah, Allah telah membawa kita kembali pulang ke jalanNya. Seandainya, tidak, kita tak akan pernah berdiri di sini, hanya untuk mencari anak yang tidak memiliki kejelasan keberadaannya.”
Bunda Maya menarik sehelai tisu yang berada di atas meja. “Maafkan aku, Yah! Nggak ada maksud lain! Namun, karena….”
Sahid hanya diam. Kembali dengan kesibukannya mencari pakaian di dalam lemari. Entah, pakaian seperti apa yang ia cari!
Penyesalan merupakan syarat mutlak, diterimanya tobat seorang manusia. Ini adalah perjalanan panjang yang harus dilewati. Lagipula, tidak akan diterima tobat seseorang tanpa ada penyesalan sedikit pun di hatinya. Allah maha menerima tobat setiap hambanya.
Sehina apa pun diri tiap hamba, seburuk apa pun keadaannya, Allah akan menerimanya dengan tangan terbuka. Semua ini tidak terlepas, karena kasih sayangNya yang agung. Jadi, sebelum pulang ke pangkuanNya, hendaknya seorang hamba bertobat, agar bersih dari dosa.
Matahari bersinar sehangat semangat pertobatan makhluk yang menyesal atas perbuatannya. Angin berembus lembut nan halus, bak belaian lembut dari tangan Tuhan atas penyesalan di masa lalu.
“Allah memiliki cara tersendiri untuk memanggil hambaNya yang tersesat untuk kembali pulang. Dia Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Belaian kasih sayang lebih besar dari murkaNya. Di saat penyesalan yang dalam inilah, Allah akan mengangkat derajat manusia yang hina dina, agar kembali menjadi manusia yang berharkat dan bermartabat di mata sesama manusia dan malaikat, serta penduduk langit. Lewat jalan pertobatan inilah, Allah memberikan kemuliaan yang sempat hilang, karena kelalaian manusia itu sendiri. Mulai sekarang, kita serahkan semuanya kembali kepada Allah. Optimislah bahwa semua keputusan yang Dia berikan adalah yang terbaik! Karena, berbaik sangka pada Allah atas semua keputusanNya merupakan bagian dari penyempurnaan iman,” jelas Sahid lagi.