Ketika Rindu Bersujud Di Haramain

Bumi Bercerita
Chapter #11

11. Saat Cinta Berjumpa Kembali Di Ka'bah

Malam itu, Masjidil Haram bersinar dalam keagungan. Aisyah memulai thawaf ifadah-nya, thawaf yang menjadi simbol dari penyelesaian janji suci. Ia tidak lagi membawa beban duka, melainkan cinta yang tulus dan ikhlas yang ia dapatkan dari kesaksian Nonik dan kebaikan Farhan.

Ia mengenakan pakaian ihramnya, berjalan di antara jutaan manusia. Setiap langkahnya terasa ringan, seolah ia benar-benar telah menanggalkan semua kelekatan duniawi. Ia tidak lagi mencari bayangan Farhan di sampingnya, melainkan mencari ridha Allah di setiap putaran thawaf.

Penyelesaian Janji di Depan Ka’bah

Pada putaran pertama, Aisyah memohon ampunan untuk dirinya dan Farhan. Ia mengingat senyum terakhir Farhan dan kata-kata Hasan di Raudhah: "Jangan bawa kesedihanmu terlalu lama ke Kota Nabi."

Pada putaran ketiga, ia merasa terdorong oleh energi yang tak terlukiskan. Ia mendekati Hijr Ismail, tempat sujud yang diyakini pernah menjadi bagian dari Ka'bah. Ia memejamkan mata, membayangkan Farhan yang begitu gigih, yang begitu ingin berada di sini.

"Ya Allah," bisik Aisyah, air mata bahagia membasahi pipinya. "Aku datang menunaikan janji Farhan. Aku telah melepaskan kelekatan pada dirinya, dan aku hanya mencintai-Mu. Jadikanlah thawaf-ku ini sebagai kado terindah untuk ruhnya, yang telah Engkau muliakan."

Pada putaran keenam, Aisyah merasa kelelahan, tetapi hatinya dipenuhi kedamaian. Ia memandang Ka’bah batu hitam agung yang diselimuti Kiswah emas dan ia merasakan cinta Farhan yang abadi meresap ke dalam dirinya.

Aisyah memasuki putaran ketujuh, putaran terakhir yang menjadi simbol kesempurnaan dan perpisahan.

Langkahnya terasa semakin lambat, seolah waktu pun enggan beranjak. Ia berjalan perlahan, mencoba menikmati setiap detik di sisi Baitullah.

Tiba-tiba, di tengah lautan manusia yang bertalbiyah, Aisyah merasakan rasa sakit yang hebat begitu tiba tiba menyerang jantungnya. Bukan sakit fisik biasa, melainkan rasa sakit yang disertai kehangatan dan cahaya yang luar biasa. Ia merasakan seluruh kehidupannya diputar ulang dalam sekejap mata: tawa Farhan, kehangatan keluarganya, aroma kopi Toraja, janji haji, dan keikhlasan Hasan, Nonik serta Khalid.

Sebuah senyum merekah di bibir Aisyah. Senyum yang begitu damai dan penuh kemenangan.

Ia mencoba meraih Ka'bah, seolah ingin menyentuh Baitullah untuk terakhir kalinya. Namun, tubuhnya ambruk, jatuh pelan di atas marmer yang sejuk, tepat setelah ia menyelesaikan putaran ketujuhnya.

Aisyah pergi. Ia pergi di tengah thawaf agungnya, di tempat yang paling ia rindukan, dengan senyum di bibirnya.

Kejadian itu menimbulkan kepanikan sesaat. Jamaah segera mengerumuni Aisyah. Dalam hitungan menit, petugas medis tiba, namun takdir telah ditetapkan.

Lihat selengkapnya