Ketika Rumah Bukan Tempat Tinggal

Putri Zulikha
Chapter #9

Angkutan Biru

Waktu istirahat dimulai. Satu per satu anak sekolah kejuruan atas meninggalkan kelasnya. Gibran menghampiri Aisyah yang sedang berbincang dengan teman sebangkunya. Melihat kedatangan Gibran, teman sebangkunya Aisyah pun beranjak. “Syah, aku ke kantin duluan ya.”

“Iya, nanti aku nyusul deh. Da...” Aisyah melambaikan tangannya ke Fitri. Setelah itu, pandangannya beralih ke seorang lelaki gagah di sampingnya. Dia tersenyum.

“Udah sehat?”

“Udah, nih.” Aisyah menekuk lengannya seolah menunjukkan otot di lengan.

“Halah sok-sokan, Syah, Syah. Kemarin aja kamu lemes banget.”

“Ya kan kemarin.”

“Ke musala yuk.”

“Aku nggak bisa salat dhuha soalnya baru halangan. Kemarin itu sakitnya karena mau menstruasi ternyata.”

“Yaudah mau ke kantin kan?”

Aisyah menganggukkan kepala.

“Ayo jalan bareng. Aku ke musala, nanti kamu lanjut deh ke kantin.”

“Siap, komandan.” Aisyah memberikan hormat sambil nyengir. Mereka berdua tertawa.

“Nanti sore kamu ada ekstrakurikuler PMR kan. Nah aku juga kebetulan ada rapat. Gimana kalau habis itu kita makan bareng di luar? Sekalian malam mingguan gitu biar kayak orang pacaran pada umumnya, hehehe....” Gibran mengajak ngobrol Aisyah sambil berjalan.

“Boleh deh, nanti aku izin ke mama ya.”

“Pasti diizinin.”

“Iya, kenapa kalau sama kamu diizinin ya? Kemarin-kemarin Fitri yang ajak aku main nggak boleh sama mama.”

“Mungkin mama lebih percaya kalau kamu perginya sama aku karena merasa kamu ada yang jagain gitu. Jadinya aman.”

“Mama...” Aisyah meledek.

“Ehehehe... kan calon mertua.”

“Iya kalau papa setuju.”

Deg. Gibran merasakan sesak di dadanya, seperti ada yang memukulnya. Kalimat itu sungguh menusuk dalam ke hatinya. Mamanya Aisyah menerimanya dengan sangat baik, tapi papanya sama sekali tidak.

***

Sekolah dasar, pukul 10.00 WIB.

Bu guru pelajaran ips membagikan hasil ulangan minggu lalu. Anak-anak dipanggil maju satu per satu. Sebagian besar anak sudah mendapatkan kertas ulangan yang sudah tertera tinta merah di pojok kanan atas.

“Jingga, Biru, Kelabu, Tio, Lila.” Anak-anak maju bergantian.

“Baik anak-anak kita akhiri pelajaran hari ini. Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatu." Bu Guru mengambil tas yang ditaruhnya di atas meja.

“Waalaikumsalam warohmatullahi wabarokatu.” Jawab anak-anak kelas tiga serentak.

Ibu guru itu tampak sedikit buru-buru. “Ya sudah, berdoa sendiri ya baru pulang. Biru, teman-temannya dipimpin. Ibu harus segera ke rumah sakit. Barusan menantu bu guru telepon. Anaknya bu guru melahirkan.”

“Iya, Bu.”

Bu guru meninggalkan ruang kelas.

“Kamu dapat berapa, El?” Tanya Jingga seraya melipat kertas hasil ulangannya.

“Aku dapat 68. Kamu?”

Jingga memperlihatkan kertas hasil ulangannya.

“Wih lumayan 70. Bagusan nilaimu daripada aku. Pantesan mau ditunjukin, biasanya juga nggak pernah mau.”

Lihat selengkapnya