Ketika Rumah Bukan Tempat Tinggal

Putri Zulikha
Chapter #11

Ranting Bunga Sepatu

Pagi mulai menyongsong. Ayam-ayam mulai berkeliaran ke pelataran tetangga yang tidak berpagar. Anak-anak lebih suka bermalas-malasan di depan televisi menonton kartun kesukaannya. Kapan lagi pagi-pagi bisa menonton televisi sambil rebahan kalau bukan hari Minggu dan hari libur sekolah.

“El, mandi! Nanti jam sepuluh ke rumahnya nenek sama ayah!” Teriak bunda dari dapur.

“Iya, Bun.” Kelabu menjawab malas. Dia masih asyik menonton doraemon bersama kakaknya.

Doraeman adalah satu-satunya tontonan yang disukai kedua saudara itu. Mereka akan sepakat menonton doraemon bersama tanpa ada perseteruan seperti biasanya. Namun, ketika doraemon sedang iklan, Gibran akan segera mengganti ke channel sebelah yang sedang menayangkan dragon ball.

“Udah main nih doraemonnya, cepetan ganti, Kak.”

“Belum... baru juga iklan.” Gibran sedang asyik menikmati kartun kesukaannya.

“Udah nggak iklan ini pasti, udah dari tadi kok, ganti....” Kelabu berusaha merebut remot televisi dari kakaknya. Namun, dia tidak berhasil juga.

“Yaudah aku ganti dari sini aja.” Kelabu menutup lampu sensor remot ke televisi dengan tangannya agar kakaknya tidak bisa menggantinya lagi dengan remot kontrol. Dia langsung memindah channel dari tombol di televisi secara langsung. “Tuh kan bener, udah tayang. Dibilangin ngeyel.” Dia kembali duduk.

“Ela, bunda bilang mandi ya!”

“Iya, Bun, bentar nunggu iklan.”

Sampai beberapa menit telah berlalu dan iklan juga sudah berkali-kali tayang, Kelabu belum mandi juga. Akhirnya, karena geram, Bu Maryati yang telah selesai memasak menghampiri kedua anaknya ke ruang keluarga.

“Ela, mandi sekarang! Ini sudah jam sembilan lebih. Dari tadi bilangnya iklan, iklan. Mandi sana!”

“Cckk.” Kelabu beringsut ke kamarnya untuk mengambil handuk dengan muka yang ditekuk. Gibran menahan senyum karena melihat ekspresi adiknya ketika dimarahi bundanya.

“Gibran juga, sudah gede bukannya ngajarin adiknya yang bagus malah nggak nyapu! Kalau Minggu mbok ya nyapu-nyapu kek! Anak-anak lain itu jam segini sudah selesai bersih-bersih rumah! Dimintai tolong bunda buat nyapu aja susahnya minta ampun! Sekali-kali kalau disuruh bunda langsung nurut kek! Coba aja nanti kalau bunda sudah nggak ada, baru kalian ributin soal warisan!”

“Kasihin semuanya aja ke Ela. Gibran nggak minta sedikit pun.” Gibran menjawab pelan, tapi ada emosi disetiap kata yang diucapkannya.

“Dikasih tahu orang tua jawab terus!”

Akhirnya, Gibran memilih diam. Dia mematikan televisi dan segera mengambil sapu untuk menyelesaikan tugasnya.

“Habis nyapu, sarapan.” Bu Maryati meninggalkan Gibran yang mulai menyapu ruang keluarga. “Ela juga habis mandi sarapan ya! Bunda sudah siapin di meja makan nasi gorengnya!” Bunda meneriaki Kelabu yang sedang di kamar mandi. Tidak ada jawaban dari anak perempuannya. “Ela....”

“Iya...”

Bundanya tidak akan berhenti memanggil jika dia belum menjawab, begitulah setiap harinya.

***

Rumah Biru. Terlihat, Biru sedang menyapu rumah, sedangkan kakaknya mencuci piring. Ibu dari mereka tentu saja di sawah, bekerja menjadi kuli.

Di rumah lain, Lila sedang membaca buku bekas yang dibelinya bersama Kelabu sambil menonton televisi. Sementara itu, papanya masih sibuk menjemur baju setelah semua pekerjaan rumah diselesaikannya. Pak bondan tak pernah sekali pun membiarkan putri kesayangannya memegang pekerjaan rumah. Menurutnya, itu semua adalah tanggung jawabnya. Lila tugasnya hanya belajar dan belajar agar kelak menjadi orang dan bisa mengangkat kehidupan mereka.

Lihat selengkapnya