Ketika Rumah Bukan Tempat Tinggal

Putri Zulikha
Chapter #18

Rumus

Pagi ini Biru tidak mengenakan seragam seperti Kelabu atau teman yang lainnya. Dia mengenakan pakaian olahraga karena hari ini jadwal lomba lompat jauh. Biru selalu siaga menunggu Kelabu di balik pagar rumah anak perempuan itu.

“Widih, ngapain pakai kaos olahraga segala, Bi?” Kelabu keluar dari garasi menuntun sepedanya.

“Kan mau lomba.”

Kelabu tidak menjawab. Dia mengangguk-anggukkan kepala sambil menarik bibir bawahnya maju.

“Hari ini aku boncengin aja deh ya, plisss....” Biru memohon.

“Emmm, yaudah deh boleh. Tapi awas ya sampai aku jatuh!” Kelabu mengancam dengan menunjuk muka Biru.

Mereka pun naik, bertukar posisi dari biasanya. Sepeda mulai melaju, berbelok menuju arah jalan raya.

“Kalau kamu nanti menang dapat apa, Bi? Dapat uang nggak?”

“Nggak tahu sih. Pak guru nggak bilang apa-apa soal hadiah. Palingan juga dapat piala atau medali sama piagam penghargaan buat aku. Kan pialanya pasti buat sekolah.”

“Ih, masak nggak dapat uang penghargaan? Kalau gitu sih mendingan nggak usah ikut aja. Udah capek-capek nggak dapat uang.”

“Ya nggak apa-apa kan bangga kalau jadi juara.”

“Iya, iya, orang cuma bercanda doang. Aku juga pengen banget megang piala. Hah....”

“Itu di almari piala ada banyak, tinggal pegang ajalah.”

“Ih bukan gitu sontoloyoooo, maksudnya pegang piala yang aku peroleh sendiri. Dapat juara apa gitu lo.”

“Oalah, hahaha... kirain cuma pegang beneran.”

“Ya nggaklah. Btw, nanti kalau dapat apa itu namanya, uang, aku beliin arum manis ya. Oke, janji?”

“Iya boleh deh. Palingan dapat sih, biasanya dikasih sama pak guru kok kalau pulang dari lomba dan menang.”

“Dikasih berapa, Bi?”

“Dua puluh ribu sih biasanya, pernah sekali dikasih lima puluh ribu. Turun buruan!”

“Idih, biasanya aku yang bilang gitu.”

Mereka telah sampai di parkiran sekolah. Biru memarkirkan sepeda dan Kelabu nyelonong masuk kelas begitu saja. Biru berlari kecil untuk bisa sejajar sama Kelabu.

“Nanti kamu berati pulangnya nggak sama aku?”

“Em, aku nggak tahu sih lombanya selesai jam berapa. Ya pokoknya kalau aku sudah balik ke sekolah aku bonceng kamu, tapi kalau misalnya sampai pelajaran selesai aku belum pulang ya tinggal aja.”

“Terus kamu pulangnya gimana? Jalan kaki dari sekolah?”

“Nggaklah, pasti dianterin sama pak guru.”

“Oalah okedeh. Semoga kamu menang, aamiin....”

“Biar kamu dibeliin arum manis kan?” Mereka sampai di depan ruang kelas.

“Iya dong jelasss. Apalagi kalau bukan itu, hehehe....”

“Lhoh Biru salah pakai seragam?” Lila heran melihat kedatangan Biru ke kelas tidak memakai seragam seperti mereka.

“Dia mau lomba, La.” Mereka berdua terpisah menuju tempat duduknya masing-masing.

“Oalah.” Lila kembali terfokus pada bukunya. Kemudian, Jingga tiba di kelas.

Selang beberapa menit, pak guru olahraga mendatangi kelas mereka. “Anak-anak, bisa diam sebentar pak guru mau bicara.”

Keramaian kelas pun memudar seketika meski tidak sepenuhnya hening.

“Buat yang sudah dipilih untuk mewakili lomba senam bisa latian sama-sama di lapangan basket ya. Pak guru sudah menyiapkan musiknya. Nanti dibantu sama bapak penjaga sekolah. Tadi, pak guru sudah minta tolong. Latihan yang benar, semangat, dan harus kompak ya. Pak guru mau mengantar teman kalian buat lomba lompat jauh.” Pandangan pak guru olahraga beralih ke Biru. “Ayo Biru kita berangkat!”

Biru pun beranjak. Begitu pula Jingga dan dua teman lainnya yang akan mengikuti lomba senam esok hari.

“Semangat, Ru!” Lila meneriaki Biru yang melewatinya, sementara Kelabu yang berada agak jauh dari pintu tidak mengucapkan apa pun. Dia hanya mengamati Biru dari jauh.

Lihat selengkapnya