Di sekolah menengah kejuruan, Gibran sedang menghampiri kekasih hatinya. Guru sudah keluar dari satu menit yang lalu dari kelas mereka. Para siswa pun satu per satu meninggalkan kelas.
“Mau ke kantin? Yuk barengan!”
“Hemm boleh. Tumben, emangnya kamu nggak dhuha dulu?” Aisyah melepas kunciran rambutnya dan menyisirinya dengan jari.
“Udah tadi pas jam kosong. Kamu mau dhuha dulu?”
“Nggak, aku belum selesai menstruasinya.”
“Oh, yaudah yuk.”
Aisyah pun beranjak dan berjalan sejajar dengan Gibran.
“Nanti pulang sekolah ikut ke rumahku kan?”
“Hah? Ada apa emangnya?”
“Kan anak-anak pada mau main. Tuh si Nino yang ngajakin.”
“Oalah.”
“Kok oalah doang. Mau ikut nggak? Ikutlah....”
“Emangnya kenapa kalau aku nggak ikut?”
“Ya masak teman-teman yang lain aja main ke rumahku, kamu yang pacarku sendiri enggak. Kan nggak seru.”
“Stttt, jangan keras-keras ah malu.” Aisyah melihat sekitar. Beberapa mata memang mengamati kedatangan mereka di kantin.
“Ya biarin aja. Mereka juga sudah tahu. Ya ikut kan?”
“Emmm, iya deh ikut. Bentar aku izin bunda dulu biar nanti nggak dicariin.” Aisyah mengeluarkan ponsel dari sakunya. Mereka duduk di pojok kantin yang masih kosong.
“Okedeh siap. Kamu mau makan apa biar aku pesanin?”
“Aku nggak makan deh, nanti pas istirahat kedua aja makannya. Aku minum aja. Jus mangga.”
“Silakan duduk dulu tuan putri, biar minumannya saya ambilkan dulu.”
“Ih kamu ya, malu tahu.” Aisyah mencubit lengan pacarnya.
“Aduh, aduh, iya iya maaf, hehehe, sengaja, wlekkk.” Gibran meninggalkan Aisyah untuk memesan minuman. Sementara itu, gadis nan molek itu meringis dan mengangguk ke orang-orang yang menatapnya, lalu dia melanjutkan menatap layar ponselnya.
***
Anak-anak kelas tiga sekolah dasar sudah pulang ke rumah masing-masing. Setelah berganti baju, Kelabu bergegas pergi.
“Makan dulu, El!” Bu Maryati yang menghidangkan makanannya di atas meja makan meneraki Kelabu yang nyelonong keluar begitu saja.
“Nanti aja, Bun. Mau main dulu ke rumah Lila bentar!”
“Itu anak ya selalu saja susah banget disuruh makan.” Bu Maryati menggeleng-gelengkan kepalanya. Aroma ikan goreng menguar memenuhi ruang makan. Sayur bening masih mengepulkan hawa panas karena baru saja matang.
Sementara itu, Kelabu berlari sambil meloncat-loncat seperti anak kijang riang gembira menuju rumah Lila. ‘Untung aja Lila udah sembuh. Bisa-bisa aku nggak punya teman bermain hari ini kalau dia nggak sembuh-sembuh.’ Kelabu membatin. Dia malas untuk bermain lagi ke rumah Jingga untuk saat-saat ini. Anak itu merasa aneh, kikuk, dan tidak nyaman karena kejadian semalam. Dia tidak mau bersinggungan ataupun bertemu dengan papa dan mamanya Jingga dulu.
“Assalamualaikum!” Teriak anak perempuan itu dengan penuh semangat dan tentu saja langsung masuk ke dalam rumah.
“Waalaikumsalam. Mau main apa hari ini, El? Aku nggak mau ah mainan yang terlalu capek.”
“Sudah manda mau?”
“Kata papa jangan main lari-larian atau melompat-lompat dulu, soalnya baru sembuh. Kan sudah manda loncat-loncat.”
“Iya juga sih. Emmm.” Kelabu menaruh jari telunjuk kanannya ke dagu sebagai tanda dia berpikir. “Gimana kalau kita main kelereng aja?”
“Oh iya, boleh-boleh. Bentar aku ambil kelerengku dulu.”