Ketika salah memilih pasangan!

Nita Heleni
Chapter #3

Bab 3

"Aduh... Pelan-pelan tante..." pinta Zia, saat tante Mita, adik dari mamanya itu mengobatinya.


"Sekarang bilang sakit, kemaren waktu tante bilang jangan sama dia kamu nggak nurut, sekarang sudah dipukulin begini baru bilang sakit!" Mita mendelik tajam ke arah Zia, Zia hanya bisa merenungi sikapnya yang salah. Benar kata tante Mita, semua keluarganya sudah berusaha menasehatinya saat akan menikah dengan Abrar, bahkan sehari sebelum ijab qobul, tante Mita memintanya untuk berpikir dengan matang jika benar-benar ingin menikah.


"Tante ih, tante tau kan alasan kenapa aku cepet-cepet nikah?" Zia hanya bisa merengutkan bibirnya.


Mita menghela napas berat, bukannya ia tak mengerti. "Iya, tante paham. Tapi kamu itu salah ambil keputusan, terlalu buru-buru! Mau keluar dari rumah, malah asal memilih suami!" Mita paham mengapa Zia buru-buru menikah, karena Hermansyah dan Lastri kakaknya itu sangat ketat dalam mengatur anak-anaknya.


Jangan pacaran, jangan jalan malam-malam, jangan terlalu sering keluar rumah, bahkan untuk ke rumah Mita yang tantenya saja tidak boleh terlalu lama.


Zia merasa sesak, merasa hidupnya seperti di sangkar emas. Segala keperluan memang terpenuhi, keluarganya termasuk kalangan berada.


Mita bahkan sudah menebak mengapa Abrar mendekati Zia, ia tau kalau Zia anak yang Royal kepada siapapun, Mita bahkan menegurnya, "kalau sama cowok jangan terlalu royal, iya kalau cowoknya baik nggak ada niat manfaatin, nah kalo ketemu cowok mokondo gimana?" Zia ingat betul kata-kata tantenya itu. Menurut tantenya boleh saja baik sama cowok dalam hal uang, hanya saja perlu dibatasi, takutnya cowok mendekati jadi ada maunya saja.


Akhirnya kejadian, semasa pacaran selama sebulan Zia bilang kalau dialah yang selalu keluar uang, untuk jalan-jalan, makan, ataupun nonton. Zia pikir tidak masalah karena nanti juga akan jadi suami. Eh, malah keterusan! Sekarang Abrar selalu meminta Zia untuk memakai uangnya sendiri, untuk memenuhi keperluan mereka di rumah, sedangkan uang gajinya ia nikmati sendirian.


"Tante jangan kasih tau mama ya, aku malu te..."


"Ya iyalah kamu malu, udah dinasehati malah nggak nurut. Coba kalau kamu sama Yudha, nggak mungkin kejadian diperlakukan seperti ini. Tante tuh ya, bukannya mau menghina Abrar, tapi jadi lelaki itu ya jangan kebanyakan soknya, miskin aja dia sombong, gimana kalau kaya? Gayanya itu loh seperti itu aja udah berani mukul kamu, udah berani selingkuh!" Mita terlihat geram, tantenya itu paling tidak suka sama lelaki kasar. Kata tante Mita, lelaki kalau sudah suara saja yang kasar udah bahaya, ini apalagi kalau main tangan.


"Beuh... Jauh-jauhin dah lelaki seperti Abrar! Kamu nggak ada niat cerai gitu, mumpung belum punya anak."


Zia terdiam, wajahnya makin muram. Satu hal lagi yang ia belum berani terbuka. Saat ini Zia hamil, sudah jalan 4 minggu, ia baru mengetahuinya sehari sebelum melihat Abrar selingkuh. Salah satu alasan mengapa Zia belum bisa berpisah dari Abrar.


"Iya tante, doain aja Abrar berubah dan dapet hidayah."kata Zia sembari memeluk tantenya, sebelum tantenya itu kembali menceramahinya panjang lebar.


Lihat selengkapnya