Ketika Tangan Tuhan Memelukku

Sri Rokhayati
Chapter #3

Kekecewaan

 Dengan gegas, ayah pergi ke kontrakan Bambang. Ayah mengambil sepedanya. Mengayuhnya untuk menemui Bambang. Jarak kontrakan mereka terpaut sekitar satu kilometer.

 “Assalamu’alaikum,”

Tak ada jawaban salam dari rumah yang bercat warna putih. Halaman rumahnya terlihat kotor. Ada sedikit lumut yang menghias pelataran. Beberapa pohon meneduhkan sebagian halaman rumah. Suasana tampak begitu sepi. Hanya suara gemericik air dari kolam ikan yang berada di samping rumah kontrakan Bambang. Itu pun terlihat kumuh.

“Assalamu’alaikum….,” Untuk kesekian kalinya belum ada satu pun yang menjawab salam. Keadaan rumah terkunci rapat.

“Pak, pemilik kontrakan ini sudah nggak mengontrak lagi di sini,” kata pemilik kontrakan yang tiba-tiba datang dari samping rumah.

“Dia sudah tidak kembali ke sini lagi?”

“Sepertinya begitu,” jawabnya. Kekecewaan ayah bertambah. Uang lima ratus ribu rupiah yang begitu berarti bagi ayah, harus pergi dibawa Bambang begitu saja. Bambang pergi tanpa pamit pada ayah. Jelas, ini sangat mengecewakan ayah. Dengan sedikit rasa menyesal, ayah mencoba mengikhlaskan semuanya. Ayah menyadari kalau dirinya ditipu Bambang. Di balik kebaikannya selama ini, ternyata Bambang punya maksud lain.

Sekarang yang dipikirkan ayah, ke mana ia harus mencari uang untuk ongkos pulang. Kakinya terasa lemas melangkah.

***

Hari ini, ayah mencoba mengumpulkan pecahan semangatnya. Ia berinisiatif berjualan ke sekolah-sekolah. Ayah berupaya keras supaya hari ini dagangannya laris dan terjual habis. Dengan sepeda bututnya, ayah mengayuh lelah. Sekolah-sekolah tempat tujuannya. Ya, ayah mencoba mengumpulkan recehan dari berdagang Cilok. Mengumpulkan koin demi koin dari anak sekolah.

Keuntungan yang didapat hari ini tak seperti hari-hari biasanya. Allah mengabulkan doanya. Matahari sudah beranjak ke barat. Ini tandanya ayah harus segera mengakhiri perjalanan.

Sesampai di tengah perjalanan, ayah merasa haus. Sedangkan bekal minumnya habis. Ia berhenti sejenak. Dilihatnya kanan kiri jalan. Tak ada satu pun toko yang menjual minuman. Daerah tersebut masih jarang kompleks perumahan. Lantas ayah melanjutkan perjalanan. Mengayuh sepeda dengan menahan rasa haus. Ayuhan sepedanya semakin lamban. Inilah pengorbanan sosok agung di keluargaku.

***

Lihat selengkapnya