Jakarta, October 10, 1995
Cerita ini bermula pada hari kelahiran seorang bayi perempuan yang telah ditunggu-tunggu dari pasangan yang telah lama menikah dan menanti kehadiran malaikat mungil untuk mengisi keceriaan hari-hari mereka. Setelah penantian yang cukup panjang, akhirnya bayi perempuan itu memberikan warna baru bagi pasangan yang tak lagi muda ini. Namun, pada hari kelahiran itu sang ayah belum dapat memberikan nama bagi sang bayi. Hingga keesokan harinya, pada Rabu 11 Oktober 1995, nama pun ditetapkan bagi sang bayi, Luciana Indra Mustika.
Segala ucapan selamat dan kebahagiaan pun turut disampaikan dari berbagai kerabat, baik dari keluarga, sahabat, dan rekan kerja sang ayah turut memberikan ucapan selamat serta hadiah yang bagus dan menarik bagi putri pertama mereka. Hari demi hari berjalan dengan sangat menyenangkan, kebahagiaan pasangan ini terus terlihat seiring tumbuh kembangnya malaikat kecil mereka. Berjalan hingga bulan ke 7 usia sang bayi, kebahagiaan pun terus menghampiri. Kebahagiaan yang tak disangka-sangka dan yang tak pernah mereka harapkan sebelumnya pun datang beriringan di kehidupan mereka. Sehingga orang tua ini menyebutkan predikat pada sang bayi ‘Malaikat yang memberikan kebahagiaan bagi siapapun’. Sama halnya dengan pasangan lainnya, yang dimana kehadiran anak pertama sangatlah membahagiakan hati, setiap pulang kerja sang ayah pun selalu membelikan berbagai mainan, makanan, serta pakaian untuk membuat sang putri terlihat cantik dan merasa putri yang paling bahagia didunia ini.
Segala kejadian dialami oleh si kecil, tawa, canda, suka dan duka pun mulai dirasakan olehnya. Kenakalan-kenakalan kecil yang berujung tangis, karena tidak ingin dimarahi sang ibu namun masih tetap terulang. Seiring bertambahnya usia, segala rasa penasaran pun ditanyakan sikecil. Mulai dari benda yang dilihatnya dan apa kegunaannya, sampai hal-hal yang tak mampu dilihat oleh mata semua orang yang membuat keluarga ini sedikit ketakutan akan hal-hal buruk terjadi pada putrinya. Pada usia ke 3 tahun, mereka pindah disebuah kota kecil di jawa barat. Memulai kehidupan baru sebagai tetangga baru disuatu daerah yang juga baru dan belum pernah mereka datangi sebelumnya. Dan dari sini, imajinasi Lucy dimulai. Dimana segala hal yang menarik pemandangannya pun membangun imajinasi yang besar baginya. Dalam bentuk daun pohon yang besar tak hanya sebatas daun baginya, itu adalah perahu besar bagi masyarakat kecil atau mungkin adalah kapal astronot yang sering dilihatnya di film-film Hollywood seperti Star Trek. Bagi gadis kecil seusianya pun, sudah mulai membangun hubungan sosial dengan teman-teman sebayanya. Bermain dengan canda dan tawa khas anak kecil pada umumnya dan bermain berbagai permainan pada masanya. Pada saat itu, anak-anak seusianya sudah memasuki kelas TK A kecil dan B besar yang dimana si putri kecil tak lagi memiliki teman bermain jika teman-temannya sedang memasuki kelas pembelajaran. Hingga pada suatu hari, tak jauh dari lokasi rumah tinggalnya ada sebuah tempat pemakaman umum yang menimbulkan rasa penasaran bagi dirinya. Seolah memiliki teman bermain khayalan, setiap pagi dia bermain di daerah pemakaman tersebut, dan mulai menimbulkan rasa khawatir bagi kedua orang tuanya.
“Kamu habis main darimana Lucy?” tanya sang ibu memanggil dari depan rumah mereka.
Lalu lucy pun menjawab dengan penuh semangat dan tawa yang sangat lepas “Main sama temen bu! Hahaha”
Dan hal ini pun menimbulkan rasa khawatir dari sang ibu terhadap anaknya. Seiring pergantian hari demi hari, hal ini terus terjadi pada Lucy, gadis kecil yang memiliki daya imajinasi tinggi dan tak disadari kedua orang tuanya. Hingga pada suatu hari pun sang ibu berbincang dengan ayahnya diruang tamu setelah selesai makan malam.
“Yah, kayaknya kita harus daftarkan Lucy di playgroup deh” kata Ibu
Lalu sang ayang menjawab dengan santai sambil membaca koran “Boleh saja, Ibu sudah tau dimana tempat yang pas untuk Lucy?”
“Belum sih yah, tapi kayaknya Lucy kasian kalau teman-temannya dirumah pada sekolah, dia jadi gak ada teman bermain” ucap Ibu.
“iya sudah, nanti coba Ibu tanyakan dengan tetangga sebelah dimana playgroup dekat sini, biar Lucy juga tidak kesepian dan bisa bersosialisasi dengan baik, anak ini aktif soalnya, Bu” Ucap ayah kepada ibu, meyakinkan untuk mendaftarkan Lucy ke playground.
“Ayah belum tahu sih, setiap pagi masa Lucy main ke kuburan belakang rumah, katanya main sama temannya. Kan ibu jadi takut, yah” sambil memasang ekspresi ketakutan dan khawatir.
Ayah pun terheran-heran dengan pernyataan Ibu. Hingga beberapa hari kemudian, sang Ibu mendapatkan rekomendasi mengenai playgroup bagus yang tidak jauh dari rumah mereka untuk mendaftarkan Lucy disana. Sampai pada hari pendaftaran tiba, Ayah dan Ibu berbincang dengan kepala playgroup disana, Ibu Santi.
“Selamat datang di klub bermain Matahari Dunia, saya Santi selaku kepala klub bermain disini.” ucap ibu Santi dengan senyum menyambut kedua orang tua Lucy di ruangannya.
“Saya ingin mendaftarkan anak saya untuk bisa bermain dan belajar disini, bu Santi” ucap ibu
“Iya bu, kalau boleh tahu usia berapa anak ibu sekarang ini?” tanya ibu Santi.
“Luciana sekarang ini berusia 3 tahun jalan 4 bulan bu. Rencana saya dan suami, akan kami daftarkan ke Taman Kanak-Kanak pada usianya yang ke 4 nanti” ucap ibu sambil menatap ayah.
“Wah, bagus! Berarti Luciana ada waktu belajar di tempat kami untuk 8 bulan kedepan ya, bu” ucap ibu Santi.
“Iya bu, karena saya dan suami agak khawatir belakangan ini semenjak pindah kerumah yang sekarang Lucy suka bermain sendiri, pas saya tanya bermain dengan siapa, dia bilang bermain dengan temannya. Tapi saya sendiri gak tahu temannya siapa, seperti teman khayalan” ucap ibu sambil memasang wajah yang terheran-heran.
Setelah mendengarkan penjelasan ibunya Lucy mengenai kondisi anaknya saat itu, bu Santi menjelaskan mengenai prosedur pembayaran dan fasilitas yang akan didapat selama masa belajar dan bermain kedepan. Dan sang Ibu pun langsung mendaftarkan anaknya di playgroup Matahari Dunia untuk mengisi hari-harinya agar dapat bersosialisasi dengan baik lagi untuk kedepannya. Lucy yang pada saat itu menunggu di arena bermain anak dekat ruang kepala playgroup dan ditemani mbak Ida lalu bertanya,
“Ini tempat apa sih mba? Kok banyak anak-anak kayak aku?” tanyanya dengan polos.