Upacara hari Senin di SMA Mandiri berjalan dengan lancar dan khidmat. Bendera merah putih berkibar dengan gagah di ujung tiang. Setelah bendera dinaikkan, protokol melanjutkan sesi berikutnya, yaitu amanat dari Bapak Kepala Sekolah.
“Amanat dari Pimbina Upacara. Pasukan diistirahatkan!”
“Istirahat di tempat ..., gerak!” Suara pemimpin upacara begitu keras dan lantang, memerintah pasukan upacara untuk beristirahat di tempat.
“Assalamu ‘alaikum, Anak-Anak. Ada beberapa informasi yang akan Bapak sampaikan pada kesempatan kali ini.” Pak Sudirman membuka amanat dengan lancar seperti biasanya. “Karena seorang pedangdut terkenal berhasil memopulerkan lagu Sambalado, maka pihak sekolah akan …,” Pak Sudirman berdeham sejenak secara dramatis, “…memilih Ketua OSIS baru untuk periode tahun ini.”
Jangan tanyakan mengapa kepala sekolah yang satu ini berbicara agak ngawur seperti itu. Menurutnya, bercanda di bawah terik matahari pagi, membuat para peserta upacara tidak akan merasa tegang dan bosan. Namun alih-alih terhibur, semua murid malah mengerutkan dahi heran.
“Dan, pihak sekolah sudah memilih dan memilah beberapa siswa yang memenuhi syarat untuk menjadi Calon Ketua OSIS di SMA kita,” sambung Pak Sudirman.
“Slow, Man ..., kita mah, enggak akan kepilih,” ucap Nurman setelah melihat raut wajah temannya yang berubah menjadi pucat.
“Slow, Man? Lu kira gue Frozen!” sahut Samsuri dengan wajah yang masih seputih kertas. Ekspresinya menampakkan ketakutan yang amat dalam. Padahal, mana mungkin Pak Sudirman mau memilih Calon Ketos seperti Samsuri, ngurus PR saja masih ribet, gimana mau ngurusin OSIS?
“Somplak! Itu Snowman, bukan slow, Man!” Nurman mendengus kesal, tak lupa mendaratkan jitakan dengan sempurna di kepala Samsuri.
“... adalah murid terpilih dari sekolah kita. Bapak akan sebutkan calon-calonnya. Mereka adalah ....” Kemudian Pak Sudirman diam, membuat lapangan mendadak hening. Pak Sudirman sengaja menggantung kalimat selanjutnya agar semua siswa yang mengikuti upacara merasa tegang seperti peserta akademi dangdut yang hendak dieliminasi.
“Sesaat lagi, setelah pesan-pesan berikut ini!” Dengan polosnya Nurman berteriak seperti host acara dangdut di TV. Suaranya yang lantang memecahkan keheningan.
“Siapa itu?!” teriak Pak Sudirman kesal. Momen menegangkan yang telah diciptakannya menjadi kacau oleh teriakan Nurman. “Ayo, ngaku! Kalau tidak, Bapak akan skors upacara ini sampai jam 10 siang!” Mendengar ultimatum itu, semua murid mendadak gaduh saling menyalahkan satu sama lain. Sedangkan Nurman hanya tertawa.
“Ayo, siapa tadi?!” tanya Pak Sudirman lagi.
“Dia, Pak!” tunjuk Andro ke arah Nurman yang berdiri tepat di sampingnya.
“Euh ... somplak lu, pake bilang lagi. Awas saja, ya!” Nurman mendengus kesal. Matanya memandang tajam Andro, tangannya terkepal di udara, seperti orang yang siap menghajar.
“Oh ... sudah, sudah. Bapak lanjutkan, ya. Calon Ketua OSIS tahun ini adalah Endryani dari kelas 11-A, Gunawan dari kelas 11-F, Anita dari kelas 11-C.” Pak Sudirman melanjutkan membaca nama-nama yang terpilih dan menghiraukan gangguan yang baru saja terjadi.
“Ada satu tambahan lagi. Nurman juga akan menjadi Calon Ketua OSIS tahun ini. Dan semua nama yang tadi Bapak panggil, harap ke ruang kantor setelah upacara hari ini selesai. Karena nilai tukar Rupiah melemah, maka dari itu amanat dari Bapak dicukupkan sekian. Wassalamu ‘alaikum ...,” tutup Pak Sudirman.