Bulan menemani di setiap malamku. Membawa keceriaan dan kehangatan. Setiap bulan muncul, aku selalu mengadu semua yang ku alami. Tidak tau mengapa diriku sekarang mengadu tentang Bima. Si makhluk astral dan biangkerok yang selalu mengganggu kehidupanku. Aku mulai membuka buku Matematika. Semua soal yang sulit akan ku lingkari dan besok ku tanyakan ke Bu Irma. Kebetulan besok ada pelajaran Matematika lagi. Semoga saja Bu irma bisa mengajar.
Aku harus lebih menguasai untuk menyaingi Bumi. Bagaimanapun itu caranya. Bulan depan ada lomba OSN. Aku berusaha untuk ditunjuk sebagai wakil di sekolahku. Jangan sampai Bima. Entah malam ini malam apa. Otakku masih memikirkan Bima. Bukan memikirkan wajahnya, tetapi aku memikirkan bagaimana cara belajarnya.
Dengan mengutak-atik pulpen, mataku terasa berat untuk melihat. Aku sangat mengantuk.
°°
" Baik anak-anak, sekarang kerjakan soal yang bapak kasih ya. Tiga puluh menit harus selesai. Nanti bapak pilih 3 anak, dan nanti di seleksi lagi untuk lomba OSN mewakili sekolah ini. " jelas bapak kepala sekolah.
Aku berdoa dalam hati. Semoga saja aku terpilih.
Aku mengerjakan soal itu dengan tenang. Sudah 20 menit terlewati, tinggal 1 soal saja yang masih belum aku kerjakan. Memang ini soal yang susah bagiku. Entah Bima sudah mengerjakannya atau belum. Aku sudah tidak memikirkannya. Aku harus yakin jika aku bisa menyainginya.
" Waktunya habis. Silakan dikumpulkan, " suruh bapak kepala sekolah.
Satu soal sulit tadi belum sempat aku jawab. Sudah aku coba dengan beberapa cara. Masih saja tidak ada jawabannya. Gemes banget kan. Tinggal satu soal saja. Inginku remas-remas soal itu dan ku telan dalam-dalam. Biar semua cara dapat aku kuasai dengan mudah.
" Anak-anak, bapak sudah mendapat beberapa nama anak yang ikut seleksi tahap berikutnya. " ucap kepala sekolah dan aku masih menundukkan kepala. Tentu saja aku berdoa.
" Tak perlu memakan waktu, bapak langsung umumkan saja. "
Tanganku sudah gemetar. Aku menggigit bibir bawahku agar rasa gemetar ku teratasi.
" Bima.... "
Aku terbelalak disaat bapak kepala sekolah tersebut menyebut nama Bima. Tidak ada bosan-bosan nya dia mewakili disetiap lomba OSN.
" Satria.... "
Kurang satu nama lagi. Aku masih saja berdoa. Semoga ada mukjizat.
" Dan yang terakhir adalah-- " ucapan kepala sekolah terpotong.
" Maaf Pak, tolong kesini sebentar. " lontar seorang guru yang memanggil kepala sekolah.
Aku menghembuskan napas dengan kasar. Kurang satu kata saja yang dilontarkan kepala sekolah. Baru aku lega setelah mendengar nya. Tidak tau kenapa pembicaraan kepala sekolah dan guru itu lama sekali.
" Oke yang tadi saya sebutkan tolong ikut saya, nanti saya seleksi lagi. "
Mendengar ucapan kepala sekolah itu, aku kaget. Cuma dua orang yang dipilih. Dan nanti juga menyisakan satu orang saja.
" Maaf Pak, tadi yang satu belum bapak sebutin. " pinta salah satu peserta seleksi OSN.
Aku merasa lega ada yang mengingatkan kepala sekolah.
" Oh ya, Reva kamu juga terpilih untuk mengikuti tahap seleksi. " lontar bapak kepala sekolah itu yang membuat jantungku hampir copot. Sungguh tidak terbayang olehku.
Setelah mengikuti tahap seleksi selanjutnya, aku berharap untuk terpilih sebagai perwakilan lomba OSN.
Pengumuman segera diumumkan kepala sekolah. Benar, Bima yang terpilih.
Entah kenapa hatiku iri melihat semua ini. Aku merasa tersaingi oleh Bima. Sudah ku nikmati perjuanganku belajar hingga larut malam. Tapi seenaknya orang resek dan pecandu gamers itu bisa mewakili lomba OSN.
Aku benci diriku sendiri. Mengapa aku tidak seperti Bima.
" Tidakkkkk, "