Teman-teman Ayudia menyambut sosok tersebut, mereka semua bersalaman dengannya, tidak terkecuali Ayudia.
"Hai, Yu, apa kabar?" sapa Pak Azriel dengan senyuman tipis menyungging di bibirnya.
Ayudia tersenyum kaku, entah kenapa ia merasa sangat gugup berada di dekat Pak Azriel. Seketika ia berbalik, kembali menuju tempat duduknya. Ia merasa tidak nyaman berlama-lama berdekatan dengan atasannya tersebut. Namun, sesekali ia mencuri-curi pandang melihat sosok tersebut.
"Ada apa, Yu? Siapa yang sedang kamu lihat?" tanya Anisa yang memergoki Ayudia fokus memandang sesuatu, lalu seketika berpindah duduk di sebelah Ayudia.
"Nggak apa, Mbak, aku hanya takjub melihat suasana di stadion yang sangat ramai. Mereka semua begitu kompak menyanyikan lagu, mendukung tim kesayangannya," tutur Ayudia berkelit.
"Aku sih sudah terbiasa, Yu. Dulu sering banget kakakku ngajakin nonton ke stadion." imbuh Anisa, lalu kemudian lanjut bertanya, "Oh, iya, kemarin sepulang kerja kita nyariin kamu lho, Yu. Kamu nya cepet banget ngilang."
"Iya, Mbak, maaf, kemarin aku terburu-buru sampai tidak sempat berpamitan kepada kalian semua."
Tak berapa lama pertandingan sepakbola antara Arema Vs Persik Kediri dimulai. Para aremania dan aremanita tak henti-hentinya menyanyikan lagu kebanggaan mereka. Suasana di dalam stadion pun semakin riuh dan panas, ke dua belah pihak saling mengejar ingin mencetak gol sebanyak-banyaknya ke dalam gawang lawan. Pada menit ke-37 Arema berhasil mencetak gol pertama mereka, sontak Ayudia beserta rombongan bersorak kegirangan, Ayudia dan Anisa berjingkrak karena terlalu senang. Skor tidak berubah sampai akhir babak pertama, skor sementara saat ini 1-0 atas kemenangan Arema.
"Ehm, ngomong-ngomong, Yu, akhir-akhir ini aku lihat kamu deket banget sama Pak Azriel, Apa ada pekerjaan serius yang sedang kalian bahas?" tanya Anisa mulai menggali informasi dari Ayudia.
"Masa sih, Mbak. perasaan Mbak Anisa saja kali. Ketika kami berdua, palingan yang dibahas masalah kerjaan, nggak ada yang lain," jawab Ayudia yang mulai menyadari jika Anisa sedang menginterogasinya.
"Oh, begitu, aku ingin bertanya satu hal kepadamu, Yu. Tolong kamu jawab dengan jujur." Anisa berhenti sejenak, kemudian melanjutkan kembali perkataannya, "Apakah kamu menaruh hati kepada Pak Azriel?"
Ayudia terkejut dengan pertanyaan yang terlontar dari mulut Anisa kepadanya. Ayudia tahu jika saat ini ia mulai mengagumi sosok atasannya tersebut. Tetapi kini ia tersadar, temannya Anisa sudah lama menyukai sosok Pak Azriel.
"Apaan sih, Mbak. Mana bisa seperti itu. Pak Azriel orang yang baik, banyak orang yang mengaguminya, termasuk aku. Tapi ingat, hanya kagum, tidak lebih dari itu," Jawab Ayudia berbohong, ia tidak mau pertemanan mereka hancur hanya karena seorang lelaki.
"Menurutku nggak masalah jika kamu suka sama dia, aku pun sudah lama menyukainya. Tapi aku minta, kita bersaing secara sehat. Awas saja! Jika kamu berani menikung dari belakang." ancam Anisa kepada Ayudia, lalu kemudian tertawa sambil memeluk erat Ayudia.
Ayudia membalas pelukan Anisa dengan penuh rasa bersalah, lalu kemudian ia mencubit punggung temannya tersebut ketika hendak melepas pelukan dari Anisa.
"Aduh! Sakit tahu, Yu." teriak Anisa sambil melepas pelukan Ayudia dengan kasar. Ayudia tertawa terbahak melihat reaksi Anisa, sedangkan Anisa membalas dengan menjewer telinga kiri Ayudia.
Dalam hati Ayudia, ia merasa sangat bersalah kepada Anisa karena telah membohonginya. Sampai detik ini, sosok Pak Azriel masih saja ada dalam bayang-bayangnya. Namun tiba-tiba terbesit dalam pikirannya,