Bukan dingin yang jadi alasan aku berselimut. Sungguh. Kamu akan tahu setelah aku cerita semuanya.
Malam itu aku di rumah tanteku, maaf, di rumah baruku; kalau di rumah tanteku beda cerita. Sebenarnya orang tuaku berencana menginap di rumah baruku itu, akan tetapi mobilnya mogok di perjalanan. Mereka pun memutuskan menginap di hotel terdekat.
Aku tetap sendirian seperti biasa; jangan tanya soal pasangan, karena masih single, meski kedua orang tuaku terus memaksa untuk berumah tangga. Huft. Apa salahnya wanita berusia 30 tahun belum menikah? Apa salah masih menikmati karirku? Aku juga masih ragu, pria mana yang mau menerimaku seperti ini.
Makan malam yang kusiapkan untuk orang tuaku sudah disantap oleh udara hingga menjadi dingin. Kututupnya agar tidak jadi santapan tikus dan lalat. Bahaya kalau ada hewan mati di situ.
Aku mematikan lampu dapur dan ruang makan. Semua pintu aku kunci. Semua jendela kututup dengan gorden. Lampu ruang tamu dan lampu ruang tengah juga sudah mati. Semua sudah gelap, kecuali kamarku.
Aku duduk bersandar di atas ranjangku. Aroma terapi elektrik kuhidupkan, sehingga tercium aroma mawar seisi kamarku. Aku membuka novel yang kubaca masih sampai bab 3 dan memulai baca lagi di bab 4.
Ketika tiga lembar aku baca, listrik rumah padam. Kuberdiri dan membuka gorden kamar. Ternyata tidak hanya rumahku, ini pemadaman.
Ponselku berdering. Dengan mudah kuraih karena berada di dekat aku berdiri. Panggilan dari dr. Anton.
"Halo, Dok. Iya, sudah mendingan kok. Aku sudah minum obatnya tadi. Tidak, tidak ada pikiran yang aneh. Siap, aku kontrol besok ya."
Belum sempat aku meletakkan lagi, ponselku berdering. Telepon dari Mama.
"Halo, Ma. Halo. Halo!?"
"Tut..tut..tut.."
Hah, panggilannya dimatikan. Aku telepon balik.
"Tut. Tut." Ponselku mati. Sial.
Aku ke dapur mencari lilin; berjalan sambil meraba tembok. Tidak juga kutemukan. Aku menyalakan kompor agar dapur lebih tampak. Lalu aku lanjutkan mencari.
Aku mendengar suara mobil masuk halaman rumahku. Klakson pun terdengar setelahnya. Oh, itu mobil Papa. Aku paham suaranya.
Aku segera ke pintu depan dengan berjalan perlahan. Aduh! Kakiku menabrak kursi. Pintu diketuk berulang-ulang.